PEMBENTUKAN DAN PENGUBAHAN SIKAP
Sikap
terbentuk dalam perkembangan individu, karenanya faktor pengalaman individu
mempunyai peranan penting dalam rangka pembentukan sikap. namun demikian
pengaruh dari luar belumlah cukup meyakinkan untuk dapat membentuk dan sikap,
sekalipun diakui bahwa pengalaman adalah faktor penting. Karena itu dalam
pembentukan sikap faktor individu
sendiri akan ikut serta menentukan terbentuknya sikap tersebut. Secara garis besar pembentukan atau perubahan
sikap itu akan ditentukan oleh dua faktor pokok, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
a.
Faktor internal
Individu menanggapi dunia luar dengan
selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu
saja diterima, tetapi individu melakukan seleksi untu menentukan apa yang
diterima dan ditolak dari luar. Karena itu individu merupakan faktor penentu
dalam proses pengubahan sikap.
b.
Faktor eksternal
Faktor luar adalah hal atau keadaan yang
di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung antar individu dengan individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Di samping itu dapat
terjadi secara tidak langsung, yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi,
misalnya eleltronik maupun non elektronik.
Hubungan secara langsung dapat dengan
sengaja diberikan, misalnya adanya komunikator yang dengan senagaja memberikan
sesuatu dengan tujuan untuk membentuk atau mengubah suatu sikap tertentu, dan
ada secara tidak langsung atau tidak sengaja diberikan, yaitu menciptakan
situasi yang memungkinkan dapat menimbulkan atau pembentukan sikap yang
dikehendaki. Berkaitan dengan pengubahan sikap dapat dikemukakan adanya
beberapa teori yang sering muncul, yaitu teori Rosenberg dan teori Festinger.
1.
Teori Rosenberg
Teori Rosenberg dikenal juga dengan
teori affective-cognitive consostency
dalam hal sikap, dan kadang teori ini juga disebut teori dua faktor. Rosenberg
memusatkan perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan afektif. Menurut
Rosenberg pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup tentang
pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan objek sikap, melainkan juga
mencakup kepercayaan atau beliefs tentang hubungan antar objek sikap itu dengan
sistem nilai yang ada dalam diri individu.
Komponen afektif berhubungan dengan
bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat
positif tetapi juga dapat negatif terhadap objek sikap. Komponen afektif selalu
berhubungan dengan komponen kognitif, dan hubungan tersebut dalam keadaan
konsisten. Hal ini berarti bila seseorang mempunyai sikap positif terhadap
suatu objek, maka indeks kognitifnya juga akan tinggi, demikian sebaliknya.
Hal yang penting dari teori Rosenberg
adalah dalam kaitannya dengan pengubahan sikap. Karena hubungan komponen
afektif dengan komponen kognitif konsisten, maka bila komponen afektifnya
berubah maka komponen kognitifnya juga akan berubah, demikian pula sebaliknya.
Pada umumnya dalam rangka pengubahan sikap, orang akan mengubah dahulu komponen
kognitifnya, hingga kemudian komponen afektifnya akan berubah. Dalam rangka
pengubahan sikap Rosenberg mencoba mengubah komponen afektif terlebih dahulu.
Dengan berubahnya komponen afektif akan berubah pula komponen kognitifnya, yang
pada akhirnya akan berubah pula sikapnya.
2.
Teori Festinger
Teori Festinger dikenal dengan teori
disonansi kognitif (the cognitive
disonance theory) dalam sikap. Sikap dikaitkan dengan perilaku nyata, yang
merupakan persoalan yang banyak mengundang perdebatan. Dalam hal ini Festinger
menyelidiki hubungan sikap dengan perilaku. Festinger mengemukakan bahwa sikap
individu biasanya konsisten satu dengan yang lain, dan dalam tindakannya juga
konsisten satu dengan yang lain.
Menurut Festinger elemen kognitif
mencakup pengetahuan, pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang
seseorang atau tentang tindakan. Sedangkan disonansi adalah tidak cocoknya
antara dua atau tiga elemen kognitif. Bila suatu elemen kognitif tidak cocok
dengan elemen kognitif lain, hal ini akan menimbulkan disonansi. Sebaliknya
adanya hubungan yang konsonan bila suatu elemen diikuti oleh elemen lain yang
sekaitan.
Beberapa preposisi mengenai disonansi
dapat dikemukakan: a) bila seseorang mengalami disonansi, ini merupakan
hambatan dalam bentuk psikologisnya, dan ini akan mendorong individu untuk
mengurangi disonansinya untuk mencapai konsonan, dan b) individu akan
menghindari meningkatnya disonansi.
Berkaitan dengan hal tersebut ada
beberapa cara untuk mengurangi atau menghilangkan disonansi, yaitu :
a.
Merubah
perilaku. Apabila perilaku tidak cocok (disonansi) dengan apa yang diketahui
atau kepercayaan, langkah yang harus ditempuh adalah mengubah perilaku sesuai
dengan apa yang diketahui atau sesuai dengan kepercayaan. Misal bila tahu dan
percaya bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan, sebaiknya tidak merokok.
b.
Mengubah
lingkungan. Kadang-kadang lingkungan dapat diubah. Misal merokok dengan
menggunakan rokok yang menggunakan filter, untuk mengurangi bahaya yang timbul
karena merokok.
c.
Menambah elemen
baru. Kadang-kadang sulit untuk menerapkan kedua cara di atas. Maka dicari
elemen baru untuk mengurangi disonansi yang terjadi, atau untuk mengembanginya.
Misal, para dokter yang merokok, padahal mereka tahu bahwa merokok membahayakan
kesehatan.
Implikasi Dari
Teori Disonansi
Mengenai implikasi dari teori disonansi ini dapat
dikemukakan:
1.
Bila seseorang
dipaksa mengatakan atau mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan sikapnya (private attitude), maka akan adanya
kecenderungan untuk mengubah sikapnya sedemikian rupa hingga menjadi konsonan
dengan apa yang dikatakan atau apa yang dikerjakan.
2.
Makin besar
tekanan atau paksaan yang digunakan untuk menimbulkan perilaku yang berlawanan
dengan sikap seseorang. Makin sedikit kemungkinan berubahnya sikap yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam rangka pengubahan atau pembentukan sikap dapat melalui
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Melalui komponen
kognitif, yaitu dengan cara memberikan pengetahuan, pendapat, sikap ataupun hal
lain, sehingga dengan materi tersebut akan berubah komponen kognitifnya, dan
ini akan mengubah komponen afektif, dan pada akhirnya sikap akan berubah.
Melalui komponen afektif ialah memberikan hal-hal yang mengenai perasaan atau
emosi, sehingga dengan berubahnya perasaan, akan berubah pula segi kognitifnya,
yang pada akhirnya akan berubah pula sikapnya. Sedangkan sesuai dengan teori
Festinger mengubah sikap tidak melalui komponen kognitif maupun afektif, tetapi
melalui perilaku itu sendiri.
Berkaitan dengan pembentukan atau pengubahan sikap
terdapat faktor-faktor yang dapat mengubah sikap, yaitu:
a.
Faktor kekuatan
atau force
Kekuatan
atau force ini dapat memberikan situasi yang dapat mengubah sikap. Kekuatan ini
dapat bermacam-macam bentuknya, misal kekuatan fisik, kekuatan ekonomi,
kekuatan yang berujud peraturan-peraturan dan sejenisnya.
b.
Berubahnya norma
kelompok
Bila
seseorang menginternalisasi norma kelompok maka apa yang menjadi norma kelompok
akan dijadikan sebagai normanya sendiri. Dengan demikian maka norma yang ada
dalam kelompok juga menjadi norma dari orang yang bersangkutan yang tergabung
dalam kelompok tersebut. Karena itu salah satu langkah yang dapat diambil untuk
membentuk atau mengubah sikap dapat dengan cara mengubah norma kelompok.
c.
Berubahnya membership group
Dengan
berubahnya membership group, akan dapat mengubah norma yang ada pada individu.
d.
Berubahnya reference group
Sikap
dapat berubah dengan berubahnya membership
group, dan kemudian membawa perubahan dalam reference group, yang akhirnya akan membawa perubahan pada sikap
individu. Namun ada kemungkinan membership
group-nya tidak berubah tetapi reference
group-nya berubah, dan hal ini juga akan membawa perubahan sikap.
e.
Membentuk
kelompok baru
Dengan
membentuk kelompok baru, akan dapat pula membentuk sikap yang baru pula. Dengan
terbentuknya kelompok baru, maka akan terbentuk pula norma-norma yang baru, hal
ini akan memungkinkan terbentuknya sikap yang baru.
3.
Pengubahan Sikap
yang Langsung
Pengubahan
sikap dapat juga dilakukan secara langsung, dalam arti adanya hubungan yang
langsung antara komunikator, yaitu yang ingin mengubah atau membentuk sikap
dengan komunikan, yaitu yang menjadi sasaran yang ingin diubah atau dibentuk
sikapnya. Bila hal ini yang ditempuh, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan
pemikiran, yaitu mengenai: a) pesan, b) komunikator, dan c) komunikan.
a.
Pesan atau message
Pesan merupakan materi yang akan
diberikan kepada pihak komunikan, dengan pengharapan agar yang diberikan dapat
diterima oleh pihak komunikan secara baik. Sumber pesan akan memberikan suatu
tanggapan tertentu terhadap materi yang dikemukakan. Sekalipun materinya sama
jika sumbernya berbeda akan membawa perbedaan pula dalam menanggapi materi
tersebut. Di sini sebenarnya menyangkut masalah taraf kepercayaan terhadap
materi yang diberikan.
Materi dapat datang dari berbagai macam
sumber. Semakin dapat dipercaya sumber materi tersebut kama materi itu akan
dapat lebih diterima dari pada sumber yang kurang dipercaya. Mengenai isi pesan
sebaiknya jangan terlalu jauh dari kerangka acuan atau kerangka kehidupan,
norma dan sebagainya, dan pihak komunikan maka perlu pemikiran secara matang
cara membawakan atau cara pendekatan kepada pihak komunikan.
Di samping itu suatu pesan atau materi
akan dapat dengan mudah diterima oleh pihak komunikan bila materi telah
mendapat dukungan orang banyak, atau banyak orang yang telah melaksanakan atau
menerima ide tersebut. Jadi, di sini soal mayoritas akan memegang peran.
b.
Komunikator
Suatu pesan atau materi yang sama,
tetapi yang menyampaikan berbeda akan terdapat perbedaan dalam menerima materi
tersebut. Pihak komunikator ikut menentukan diterima tidaknya atau sejauh mana
kadar penerimaan materi dari pihak komunikan. Komunikator memegang peranan yang
penting dalam rangka pengubahan atau pembentukan sikap secara langsung.
Persoalan yang terlihat adalah tingkat kepercayaan dari komunikator terhadap
komunikan. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah teknik dan cara
penyampaian atau penyajian. Teknik penyampaian pesan yaitu dengan wawancara,
ceramah, diskusi, penyajian dengan audio visual. Teknik yang terbaik tergantung
beberapa hal, salah satunya adalah keadaan komunikan. Hal ini disebabkan latar
belakang yang berbeda, kemampuna berpikir, kerangka acuan juga berbeda,
sehingga cara penyajian harus berbeda pula.
c.
Komunikan
Komunikan adalah yang menjadi sasaran
komunikator untuk diberikan suatu pesan yang berwujud pandangan, pendapat,
norma dan sebagainya, dengan uapaya agar pesan yang disampaikan dapat diterima
oleh komunikan, sehingga diharapkan ada perubahan sikap tertentu dari
komunikan. Komunikan merupakan kunci apakah sesuatu dari luar dapat diterima
atau tidak. Tidak semua pengaruh dari luar antara lain yang dikemukakan oleh
komunikator akan dengan sendirinya diterima oleh komunikan, tetapi akan
diadakan seleksi oleh komunikan terhadap pengaruh dari luar tersebut. Berkaitan
dengan hal ini salas satu faktor tergantung pada kemampuan menyaring dan daya
pikir komunikan. Karena itu komunikator perlu mengetahui sejauh mana kemampuan
berpikir dari komunikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar