Sabtu, 30 Januari 2016

pembentukan sikap

PEMBENTUKAN DAN PENGUBAHAN SIKAP

Sikap terbentuk dalam perkembangan individu, karenanya faktor pengalaman individu mempunyai peranan penting dalam rangka pembentukan sikap. namun demikian pengaruh dari luar belumlah cukup meyakinkan untuk dapat membentuk dan sikap, sekalipun diakui bahwa pengalaman adalah faktor penting. Karena itu dalam pembentukan sikap faktor individu  sendiri akan ikut serta menentukan terbentuknya sikap tersebut.  Secara garis besar pembentukan atau perubahan sikap itu akan ditentukan oleh dua faktor pokok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.              Faktor internal
Individu menanggapi dunia luar dengan selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu melakukan seleksi untu menentukan apa yang diterima dan ditolak dari luar. Karena itu individu merupakan faktor penentu dalam proses pengubahan sikap.
b.             Faktor eksternal
Faktor luar adalah hal atau keadaan yang di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Dalam hal ini dapat terjadi dengan langsung antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Di samping itu dapat terjadi secara tidak langsung, yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi, misalnya eleltronik maupun non elektronik.
Hubungan secara langsung dapat dengan sengaja diberikan, misalnya adanya komunikator yang dengan senagaja memberikan sesuatu dengan tujuan untuk membentuk atau mengubah suatu sikap tertentu, dan ada secara tidak langsung atau tidak sengaja diberikan, yaitu menciptakan situasi yang memungkinkan dapat menimbulkan atau pembentukan sikap yang dikehendaki. Berkaitan dengan pengubahan sikap dapat dikemukakan adanya beberapa teori yang sering muncul, yaitu teori Rosenberg dan teori Festinger.
1.             Teori Rosenberg
Teori Rosenberg dikenal juga dengan teori affective-cognitive consostency dalam hal sikap, dan kadang teori ini juga disebut teori dua faktor. Rosenberg memusatkan perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan afektif. Menurut Rosenberg pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup tentang pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan objek sikap, melainkan juga mencakup kepercayaan atau beliefs tentang hubungan antar objek sikap itu dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu.
Komponen afektif berhubungan dengan bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif tetapi juga dapat negatif terhadap objek sikap. Komponen afektif selalu berhubungan dengan komponen kognitif, dan hubungan tersebut dalam keadaan konsisten. Hal ini berarti bila seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, maka indeks kognitifnya juga akan tinggi, demikian sebaliknya.
Hal yang penting dari teori Rosenberg adalah dalam kaitannya dengan pengubahan sikap. Karena hubungan komponen afektif dengan komponen kognitif konsisten, maka bila komponen afektifnya berubah maka komponen kognitifnya juga akan berubah, demikian pula sebaliknya. Pada umumnya dalam rangka pengubahan sikap, orang akan mengubah dahulu komponen kognitifnya, hingga kemudian komponen afektifnya akan berubah. Dalam rangka pengubahan sikap Rosenberg mencoba mengubah komponen afektif terlebih dahulu. Dengan berubahnya komponen afektif akan berubah pula komponen kognitifnya, yang pada akhirnya akan berubah pula sikapnya.
2.             Teori Festinger
Teori Festinger dikenal dengan teori disonansi kognitif (the cognitive disonance theory) dalam sikap. Sikap dikaitkan dengan perilaku nyata, yang merupakan persoalan yang banyak mengundang perdebatan. Dalam hal ini Festinger menyelidiki hubungan sikap dengan perilaku. Festinger mengemukakan bahwa sikap individu biasanya konsisten satu dengan yang lain, dan dalam tindakannya juga konsisten satu dengan yang lain.
Menurut Festinger elemen kognitif mencakup pengetahuan, pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang seseorang atau tentang tindakan. Sedangkan disonansi adalah tidak cocoknya antara dua atau tiga elemen kognitif. Bila suatu elemen kognitif tidak cocok dengan elemen kognitif lain, hal ini akan menimbulkan disonansi. Sebaliknya adanya hubungan yang konsonan bila suatu elemen diikuti oleh elemen lain yang sekaitan.
Beberapa preposisi mengenai disonansi dapat dikemukakan: a) bila seseorang mengalami disonansi, ini merupakan hambatan dalam bentuk psikologisnya, dan ini akan mendorong individu untuk mengurangi disonansinya untuk mencapai konsonan, dan b) individu akan menghindari meningkatnya disonansi.
Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa cara untuk mengurangi atau menghilangkan disonansi, yaitu :
a.              Merubah perilaku. Apabila perilaku tidak cocok (disonansi) dengan apa yang diketahui atau kepercayaan, langkah yang harus ditempuh adalah mengubah perilaku sesuai dengan apa yang diketahui atau sesuai dengan kepercayaan. Misal bila tahu dan percaya bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan, sebaiknya tidak merokok.
b.             Mengubah lingkungan. Kadang-kadang lingkungan dapat diubah. Misal merokok dengan menggunakan rokok yang menggunakan filter, untuk mengurangi bahaya yang timbul karena merokok.
c.              Menambah elemen baru. Kadang-kadang sulit untuk menerapkan kedua cara di atas. Maka dicari elemen baru untuk mengurangi disonansi yang terjadi, atau untuk mengembanginya. Misal, para dokter yang merokok, padahal mereka tahu bahwa merokok membahayakan kesehatan.

Implikasi Dari Teori Disonansi
Mengenai implikasi dari teori disonansi ini dapat dikemukakan:
1.             Bila seseorang dipaksa mengatakan atau mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan sikapnya (private attitude), maka akan adanya kecenderungan untuk mengubah sikapnya sedemikian rupa hingga menjadi konsonan dengan apa yang dikatakan atau apa yang dikerjakan.
2.             Makin besar tekanan atau paksaan yang digunakan untuk menimbulkan perilaku yang berlawanan dengan sikap seseorang. Makin sedikit kemungkinan berubahnya sikap yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pengubahan atau pembentukan sikap dapat melalui komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Melalui komponen kognitif, yaitu dengan cara memberikan pengetahuan, pendapat, sikap ataupun hal lain, sehingga dengan materi tersebut akan berubah komponen kognitifnya, dan ini akan mengubah komponen afektif, dan pada akhirnya sikap akan berubah. Melalui komponen afektif ialah memberikan hal-hal yang mengenai perasaan atau emosi, sehingga dengan berubahnya perasaan, akan berubah pula segi kognitifnya, yang pada akhirnya akan berubah pula sikapnya. Sedangkan sesuai dengan teori Festinger mengubah sikap tidak melalui komponen kognitif maupun afektif, tetapi melalui perilaku itu sendiri.


Berkaitan dengan pembentukan atau pengubahan sikap terdapat faktor-faktor yang dapat mengubah sikap, yaitu:
a.              Faktor kekuatan atau force
Kekuatan atau force ini dapat memberikan situasi yang dapat mengubah sikap. Kekuatan ini dapat bermacam-macam bentuknya, misal kekuatan fisik, kekuatan ekonomi, kekuatan yang berujud peraturan-peraturan dan sejenisnya.
b.             Berubahnya norma kelompok
Bila seseorang menginternalisasi norma kelompok maka apa yang menjadi norma kelompok akan dijadikan sebagai normanya sendiri. Dengan demikian maka norma yang ada dalam kelompok juga menjadi norma dari orang yang bersangkutan yang tergabung dalam kelompok tersebut. Karena itu salah satu langkah yang dapat diambil untuk membentuk atau mengubah sikap dapat dengan cara mengubah norma kelompok.
c.              Berubahnya membership group
Dengan berubahnya membership group, akan dapat mengubah norma yang ada pada individu.
d.             Berubahnya reference group
Sikap dapat berubah dengan berubahnya membership group, dan kemudian membawa perubahan dalam reference group, yang akhirnya akan membawa perubahan pada sikap individu. Namun ada kemungkinan membership group-nya tidak berubah tetapi reference group-nya berubah, dan hal ini juga akan membawa perubahan sikap.
e.              Membentuk kelompok baru
Dengan membentuk kelompok baru, akan dapat pula membentuk sikap yang baru pula. Dengan terbentuknya kelompok baru, maka akan terbentuk pula norma-norma yang baru, hal ini akan memungkinkan terbentuknya sikap yang baru.
3.             Pengubahan Sikap yang Langsung
Pengubahan sikap dapat juga dilakukan secara langsung, dalam arti adanya hubungan yang langsung antara komunikator, yaitu yang ingin mengubah atau membentuk sikap dengan komunikan, yaitu yang menjadi sasaran yang ingin diubah atau dibentuk sikapnya. Bila hal ini yang ditempuh, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan pemikiran, yaitu mengenai: a) pesan, b) komunikator, dan c) komunikan. 
a.              Pesan atau message
Pesan merupakan materi yang akan diberikan kepada pihak komunikan, dengan pengharapan agar yang diberikan dapat diterima oleh pihak komunikan secara baik. Sumber pesan akan memberikan suatu tanggapan tertentu terhadap materi yang dikemukakan. Sekalipun materinya sama jika sumbernya berbeda akan membawa perbedaan pula dalam menanggapi materi tersebut. Di sini sebenarnya menyangkut masalah taraf kepercayaan terhadap materi yang diberikan.
Materi dapat datang dari berbagai macam sumber. Semakin dapat dipercaya sumber materi tersebut kama materi itu akan dapat lebih diterima dari pada sumber yang kurang dipercaya. Mengenai isi pesan sebaiknya jangan terlalu jauh dari kerangka acuan atau kerangka kehidupan, norma dan sebagainya, dan pihak komunikan maka perlu pemikiran secara matang cara membawakan atau cara pendekatan kepada pihak komunikan.
Di samping itu suatu pesan atau materi akan dapat dengan mudah diterima oleh pihak komunikan bila materi telah mendapat dukungan orang banyak, atau banyak orang yang telah melaksanakan atau menerima ide tersebut. Jadi, di sini soal mayoritas akan memegang peran.
b.             Komunikator
Suatu pesan atau materi yang sama, tetapi yang menyampaikan berbeda akan terdapat perbedaan dalam menerima materi tersebut. Pihak komunikator ikut menentukan diterima tidaknya atau sejauh mana kadar penerimaan materi dari pihak komunikan. Komunikator memegang peranan yang penting dalam rangka pengubahan atau pembentukan sikap secara langsung. Persoalan yang terlihat adalah tingkat kepercayaan dari komunikator terhadap komunikan. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah teknik dan cara penyampaian atau penyajian. Teknik penyampaian pesan yaitu dengan wawancara, ceramah, diskusi, penyajian dengan audio visual. Teknik yang terbaik tergantung beberapa hal, salah satunya adalah keadaan komunikan. Hal ini disebabkan latar belakang yang berbeda, kemampuna berpikir, kerangka acuan juga berbeda, sehingga cara penyajian harus berbeda pula.


c.              Komunikan

Komunikan adalah yang menjadi sasaran komunikator untuk diberikan suatu pesan yang berwujud pandangan, pendapat, norma dan sebagainya, dengan uapaya agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh komunikan, sehingga diharapkan ada perubahan sikap tertentu dari komunikan. Komunikan merupakan kunci apakah sesuatu dari luar dapat diterima atau tidak. Tidak semua pengaruh dari luar antara lain yang dikemukakan oleh komunikator akan dengan sendirinya diterima oleh komunikan, tetapi akan diadakan seleksi oleh komunikan terhadap pengaruh dari luar tersebut. Berkaitan dengan hal ini salas satu faktor tergantung pada kemampuan menyaring dan daya pikir komunikan. Karena itu komunikator perlu mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir dari komunikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar