ASESMEN DALAM STUDI KASUS
Pengertian Asesmen
Asesmen
diartikan sebagai suatu proses mengumpulkan, memproses, dan menggambarkan
informasi tanpa suatu pertimbangan tertentu berkaitan dengan informasi
tersebut. Asesmen pada suatu kegiatan menemukan fakta, menggambarkan kondisi
yang terjadi/ada pada masa sekarang tanpa berupaya membuat suatu pertimbangan
nilai, tidak menjelaskan alasan yang mendasari, tidak ada hubungan antara
variabel yang ingin diuji, dan tidak membuat suatu rekomendasi usulan tindakan.
Asesmen
merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan
konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan
konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/
berlangsung. Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh
kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling
individual). Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan
bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan
dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan
faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan
asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang
memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang
serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum,
selama dan setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien. Dalam prakteknya,
asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah
konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan
masalah klien.
Asesmen
merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan/ kompetensi yang
dimiliki oleh klien dalam memecahkan masalah. Asesmen yang dikembangkan
adalah asesmen yang baku dan meliputi beberapa aspek yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor dalam kompetensi dengan menggunakan indikator-indikator
yang ditetapkan dan dikembangkan oleh Guru BK/ Konselor
sekolah. Asesmen yang diberikan kepada klien merupakan pengembangan dari
area kompetensi dasar pada diri klien yang akan dinilai, yang kemudian akan
dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator. Pada umumnya asesmen bimbingan
konseling dapat dilakukan dalam bentuk laporan diri, performance test, tes
psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.
Dalam
pelaksanaannya, asesmen merupakan hal yang penting dan harus dilakukan
dengan berhati-hati sesuai dengan kaidahnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi
masalah karena asesmen yang tidak memadai akan menyebabkan treament gagal; atau bahkan dapat memicu
munculnya konsekuensi dari treament
yang merugikan diri klien. Meskipun menjadi dasar dalam melakukan treament pada klien, tidak berarti
konselor harus menilai (to assess)
semua latar belakang dan situasi yang dihadapi klien pada saat itu jika tidak
perlu. Kadangkala konselor menemukan bahwa ternyata “hidup” klien
sangat menarik.
Namun
demikian tidaklah efisien dan tidak etis untuk menggali semuanya selama hal
tersebut tidak relevan dengan treatmen
yang diberikan untuk mengatasi masalah klien. Karena itu, setiap guru
pembimbing/ konselor perlu berpegang pada pedoman pertanyaan sebelum melakukan
asesmen; yaitu “Apa saja yang perlu kuketahui mengenai klien?”. Hal itu
berkaitan dengan apa saja yang relevan untuk mengembangkan intervensi atau treatment yang efektif, efisien, dan
berlangsung lama bagi klien.
Terdapat
beberapa fungsi asesmen, diantaranya adalah untuk: 1) menstimulasi klien maupun
konselor mengenai berbagai isu permasalahan, 2) menjelaskan masalah yang
senyatanya, 3) memberi alternatif solusi untuk masalah, 4) menyediakan metode
untuk memperbandingkan alternatif sehingga dapat diambil keputusan, 5)
memungkinkan evaluasi efektivitas konseling. Selain itu, asesmen juga
diperlukan untuk memperoleh informasi yang membedakan antara apa ini (what is) dengan apa yang
diinginkan (what is desired) sesuai
dengan kebutuhan dan hasil konseling.
Asesmen
memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perencanaan dan pelaksanaan
model-model pendekatan konseling. Jika kedua komponen tersebut didesain dengan
pendekatan “client centered” atau “bottom up”, asesmen akan
mengarah pada inovasi. Hal ini memiliki makna bahwa asesmen tidak hanya
berorientasi pada hasil/ produk akhir, tetapi justru akan lebih terfokus pada
proses konseling, yaitu mulai dari membuka konseling sampai dengan mengakhiri
konseling; atau setidak-tidaknya akan ada keseimbangan antara proses konseling
dengan hasil konseling. Dengan demikian asesmen akan benar-benar bisa
memenuhi kriteria objektivitas dan keadilan, sehingga keputusan yang akan
diambil oleh klien dapat benar-benar sesuai dengan kemampuan diri klien
itu sendiri.
Asesmen
yang tidak dilakukan secara objektif, akan berpengaruh pada pelayanan konseling
oleh konselor sekolah/guru BK. Hal ini akan berakibat tidak baik pada
diri klien, bahkan terhadap konselor itu sendiri untuk jangka panjang
maupun jangka pendek. Asesmen dalam bimbingan dan konseling adalah asesmen yang
berbasis individu dan berkelanjutan. Semua indikator bukan diukur dengan
soal seperti dalam pembelajaran, tetapi diukur secara kualitatif, kemudian
hasilnya dianalisis untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengambil keputusan
pada akhir konseling, dalam melaksanakan keputusan setelah konseling,
serta melihat kendala/ masalah yang dihadapi klien dalam proses konseling
maupun kendala dalam melaksanakan keputusan yang telah ditetapkannya. Adapun
ruang lingkup dalam asesmen (assesment
need areas) dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:
1.
Systems
assessment
Asesmen
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai status dari suatu
sistem, yang membedakan antara apa ini (what
is it) dengan apa yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling; serta
tujuan yang sudah dituliskan/ ditetapkan atau outcome yang diharapkan dalam konseling.
2.
Program planning
Perencanaan
program untuk memperoleh informasi-informasi yang dapat digunakan untuk membuat
keputusan dan untuk menyeleksi bagian–bagian program yang efektif dalam
pertemuan-pertemuan antara konselor dengan klien; untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di sinilah muncul fungsi
evaluator dalam asesmen, yang memberikan informasi-informasi nyata
yang potensial. Hal inilah yang kemudian membuat asesmen menjadi efektif, yang
dapat membuat klien mampu membedakan latihan yang dilakukan pada
saat konseling dan penerapannya di kehidupan
nyata di mana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.
nyata di mana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.
3.
Program Implementation
Bagaimana
asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan memberikan
informasi-informasi nyata; yang menjadikan program-program tersebut dapat
dinilai apakah sesuai dengan pedoman.
4.
Program Improvement
Dimana
asesmen dapat digunakan dalam perbaikan program, yaitu yang berkenaan dengan:
(a) evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata, (b) tujuan yang akan
dicapai dalam program, (c) program-progam yang berhasil, dan (d)
informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang
lain.
5.
Program certification
Merupakan
akhir kegiatan. Menurut Center for
the Study of Evaluation (CSE), program sertifikasi adalah suatu
evaluasi sumatif, hal ini memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan
dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar untuk memberikan sertifikasi
kepada klien. Dalam hal ini evaluator berfungsi pemberi informasi
mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan.
Apapun
bentuk dan jenis asesmen yang dilakukan, hal ini tetap menuntut suatu
perencanaan, termasuk pada saat melakukan analisis. Dengan demikian maka akan
diperoleh alat ukur atau instrumen yang benar-benar dapat diandalkan (valid)
dan dapat dipercaya (reliabel) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan
asesmen:
1.
Perencanaan.
Aspek yang harus ada
dalam perencanaan asesmen adalah:
a.
Memilih fokus asesmen pada aspek
tertentu dari diri klien
Salah
satu penentu keberhasilan konseling adalah kemauan dan kemampuan klien itu
sendiri. Dalam konseling, keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang dihadapi
ada pada diri klien. Konselor/ guru BK bukan pemberi nasihat, bukan pengambil
keputusan mengenai apa yang harus dilakukan klien dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya.
Karena
itu, untuk keberhasilan konseling, klien dapat bekerjasama dengan guru
BK/konselor, dan dengan bantuan guru BK maka klien diharapkan mampu memunculkan
ide-ide pemecahan masalah, dan klien memiliki keberanian serta kemampuan untuk
mengambil keputusan, mampu memahami diri sendiri, dan mampu menerima
dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konselor
menentukan akan melakukan asesmen dengan memfokuskan pada salah
satu aspek dalam diri klien saja.
b.
Memilih instrumen yang akan
digunakan.
Setelah
ditentukan fokus area asesmen, Anda dapat merencanakan instrumen yang akan
digunakan dalam asesmen. Banyak instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen
seperti tes psikologis, observasi, inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan
instrumen sangat tergantung pada aspek apa yang akan diasesmen. Misalnya
Anda akan melihat kerjasama klien dalam konseling, maka instrumen dapat
menggunakan checklist, tetapi
apabila Anda memfokuskan asesmen tentang kemampuan klien dalam memecahkan
masalah, maka anda dapat mempergunakan tes psikologis.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam memilih instrumen dalam asesmen diantaranya
yaitu: (1) kemampuan guru BK sendiri, (2) kewenangan guru BK (baik dalam
mengadministrasikan maupun dalam interpretasi hasilnya), (3) ketersediaan
instrumen, (4) waktu yang tersedia, dan (5) dana yang tersedia.
c.
Penetapan waktu
Perencanaan
waktu yang dimaksud adalah kapan asesmen akan dilakukan. Penetapan waktu ini
sangat erat berhubungan dengan persiapan pelaksanaan asesmen. Persiapan akan
banyak menentukan keberhasilan suatu asesmen, misalnya mempersiapkan
instrumen, tempat, dan peralatan lain yang diperlukan dalam pelaksanaan asesmen.
Apalagi jika pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu sendiri, misalnya
karena instrumen yang digunakan untuk asesmen adalah tes psikologis (tes
intelegensi, inventori kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya). Dalam
hal ini apabila guru BK tidak memiliki kewenangan, maka guru BK dapat
minta bantuan orang yang memiliki kewenangan, misalnya psikolog atau orang yang
telah memiliki sertifikasi yang memberikan kewenangan untuk mengadministrasikan
tes dimaksud.
d.
Validitas dan reliabilitas
Apabila
instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri atau dikembangkan sendiri,
maka instrumen itu perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Karena
validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat mutlak suatu instrumen
asesmen. Namun apabila kita menggunakan instrumen yang sudah terstandar,
Anda tidak perlu mencari validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut
sudah jelas memenuhi persyaratan sebagai suatu instrumen.
2.
Pelaksanaan
Setelah
perencanaan asesmen selesai, selanjutnya adalah bagaimana melaksanakan rencana
yang telah dibuat tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
asesmen adalah pelaksanaannya harus sesuai dengan manual masing-masing
instrumen. Manual suatu instrumen biasanya memuat: a) cara mengerjakan, b) waktu
yang digunakan untuk mengerjakan asesmen, c) kunci jawaban, d) cara
analisis, dan e) interpretasi.
3.
Analisis data
Langkah
selanjutnya adalah analisis data, yaitu melakukan analisis terhadap data yang
diperoleh melalui instrumen yang digunakan untuk mengambil data. Analisis
dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing
instrumen. Metode analisis data dalam asesmen konseling sangat
tergantung data yang diperoleh. Misal data yang diperoleh berbentuk kualitatif
atau data kuantitatif.
a.
Apabila data bersifat kualitatif, maka
kita melakukan analisis data kualitatif.
Metode
analisis data kualitatif misalnya deskriptif naratif. Misalnya menggunakan
pendekatan ”key incident” dalam
analisis deskripsi kualitatif tentang kegiatan pendidikan. Pendekatan key incident memungkinkan bagi kita
untuk memasukkan sejumlah besar kesimpulan dari bermacam-macam data yang
berasal dari berbagai sumber, misalnya dari catatan lapangan, dokumen informasi
demografi, atau wawancara. Apabila banyak data kualitatif yang dianalisis
sementara asesmen masih berlangsung maka beberapa analisis dapat ditunda
pelaksanaannya sampai evaluator selesai melakukan asesmen. Saat melakukan
analisis data kualitatif, perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1)
yakinkan semua data telah tersedia, 2) buatlah salinan data untuk berjaga-jaga
kalau ada yang hilang, 3) aturlah data dalam judul dan masukkan dalam file, 4)
gunakan sistem kartu-kartu dalam map, 5) periksa kebenaran hasil asesmen.
b.
Apabila data bersifat kuantitatif maka
analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik.
Dalam
bimbingan konseling, statistik biasa digunakan untuk analisis data hasil tes
psikologis, misalnya tes inteligensi, tes bakat, dan sebagainya. Dewasa ini,
program statistik dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan komputer, seperti
program excel, LISREL, SPSS, dan sebagainya.
4.
Interpretasi data
Interpretasi
diartikan sebagai upaya mengatur dan menilai fakta, menafsirkan
pandangan, dan merumuskan kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan
dengan hati-hati, jujur, dan terbuka. Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada
dalam interpretasi, yaitu:
a.
Komponen untuk menafsirkan /
interpretasi hasil analisis data.
Interpretasi
berarti menilai objek asesmen dan menentukan dampak
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/berwenang.
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/berwenang.
b.
Petunjuk untuk menafsirkan analisis
data.
Para
evaluator telah mengembangkan metode yang sistematik untuk melakukan
interpretasi. Di antara metode-metode tersebut yang sering dipakai
akhir-akhir ini adalah: 1) menentukan apakah tujuan telah dicapai, 2)
menentukna apakah hukum, norma-norma, demokrasi aturan, dan prinsip-prinsip
etik tidak dilupakan, 3) menentukan apakah analisis kebutuhan telah dikurangi, 4)
menentukan nilai pencapaian, 5) bertanya kepada kelompok penilai, melihat
kembali data, menilai keberhasilan dan kegagalan, menilai kelebihan dan
kelemahan penafsiran, 6) membandingkan variabel-variabel penting dengan hasil
yang diharapkan, (7) membandingkan analisis yang dilaporkan oleh program yang
usahanya sama, dan 8) menafsirkan hasil analisis dengan prosedur
yang menghasilkannya. Namun demikian, menginterpretasikan data bukan hanya
pekerjaan evaluator saja, akan tetapi evaluator hanya memberikan
pandangan saja dari sekian banyak pandangan.
5.
Tindak lanjut.
Tindak
lanjut adalah menindak lanjuti hasil asesmen atau penggunaan hasil
asesmen dalam konseling. Beberapa kegiatan tindak lanjut diantaranya
adalah apakah konselee perlu melakukan konseling yang memfokuskan pada aspek
yang berbeda lainnya, apakah klien perlu mendapatkan tritmen tertentu, atau
bahkan bisa jadi konselee perlu mendapatkan rujukan (refferal) kepada pihak ketiga. Rujukan diperlukan jika guru
pembimbing/ konselor tidak mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai kemampuan
untuk menangani masalah yang dihadapi klien. Misalnya jika klien sudah
mengalami gangguan psikotik, maka klien perlu dirujuk ke psikiater; jika klien
mengalami gangguan disleksia maka perlu dirujuk ke terapis khusus yang
menangani gangguan tersebut.
Untuk
konseling yang berbasis individu, maka langkah-langkah khusus perlu dilakukan,
yaitu dengan cara: a) menentukan fokus yang akan dinilai (misal cara klien
dalam merespon, ide-ide pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
sebagainya), b) menentukan teknik untuk penilaian (misal dengan observasi,
konferensi kasus, atau wawancara), c) menggunakan teknik penilaian yang
telah ditentukan, d) melakukan analisis data yang diperoleh dan membicarakan
hasilnya dengan klien, e) menanggapi data dengan cermat, dan f) melaporkan data
yang telah diolah (laporan hasil konseling).
Prosedur Asesmen
Prosedur
asesmen seringkali dilakukan secara berbeda
menurut kesulitan dari setiap obyek sasaran, dan banyak prosedur asesmen yang dilakukan secara berulang untuk
obyek sasaran. Penerapan di dalam bidang
pengajaran terdapat tiga level khusus asesmen, sebagai berikut:
1.
Level awal, sering disebut dengan
survey/level umum. Di sekolah, ini adalah skrining kelas. Pada awal level ini,
performasi umum siswa di dalam kelas diukur, dan dilakukan identifikasi
terhadap siswa–siswa yang membutuhkan analisis yang mendalam.
2.
Level lanjutan, suatu asesmen yang
melibatkan penggunaan test diagnostik khusus untuk mengidentifikasikan lebih
lanjut dan menguji bidang–bidang kesulitan yang dicurigai. Level ini berfokus pada
suatu analisis gangguan kemampuan/ketrampilan khusus.
3.
Level intensive, melibatkan kegiatan
studi kasus. Pada awal ini digunakan teknik–teknik diangnosis sangat mendetail,
termasuk suatu studi yang lengkap tentang; latar belakang keluarga, riwayat
sekolah, status kesehatan, riwayat sosial–emosional. Tujuan utama level ini
untuk memperoleh suatu pemahaman yang lengkap tentang problem belajar siswa
dengan menguji dan mempelajari semua faktor yang berkaitan dengan problem.
Terdapat
beberapa langkah dalam suatu need
assesment, yaitu: 1) Identifikasi apa yang ada/terjadi/ diinginkan. Langkah
ini berisikan kegiatan pengumpulan, penyusunan, dan penyimpulan data. 2) Identifikasi
apa yang diharapkan. Langkah ini sama dengan langkah yang pertama dengan
memasukkan pengamatan pada kecenderungan dan kemungkinan situasi masa depan. 3)
Membuat suatu matrik need assesment:
membuat daftar pasangan tentang pengamatan dan hasil yang diinginkan. 4) Mendamaikan
perbedaan antara pasangan yang nampak dalam matrik. Membuat daftar kebutuhan.
5) Menempatkan kebutuhan dalam urutan priorirtas. 6) Masalah potensial studi
kasus. 7) Pada umumnya jenis masalah yang dihadapi individu di sekolah dapat
digolongkan sebagai berikut: a) masalah–masalah pribadi (Personal Problems) seperti agresif, Iri hati, pemalu, pencuri,
depresi, kecemasan, penyimpangan seksual, kurang percaya diri, konsep diri
rendah, dan lain sebagainya, b) masalah masalah sosial seperti terisoler, gagalnya berinteraksi dengan baik, c) masalah–masalah
belajar seperti kesulitan belajar, kurang motivasi belajar, penangkapan materi
yang berbeda–beda, d) masalah karir misalnya kurang informasi karir, dan kurang
mampu merencanakan karir.
Kepada Yth.
BalasHapusCEO / PEMILIK PERUSAHAAN / HRD / SDM / KEPEGAWAIAN
Semangat Pagi !!!
Disini kami bisa membantu Perusahaan Instansi Bapak Ibu untuk
MEMETAKAN, MENGANALISA, MEMBEDAH, MENYINGKAP & MENGUNGKAP tabir Rahasia POTENSI dan KARAKTER dalam hal KOMPETENSI PEKERJAAN setiap karyawan dan pegawai secara DETAIL, CEPAT & AKURAT. Sehingga karyawan dapat bekerja sesuai dengan PASSION nya wal hasil akan maksimal dalam bekerja dibidangnya (on The Right Man On The Right Job).
Untuk selengkapnya silahkan hubungi kami di HP 0813 98 515657, 0858 90 333459, 0817 91 85625 atau buka di website kami www.gfast.id
Salam
Tim Gfast Indonesia