PELAKSANAAN STUDI KASUS
Pelaksanaan
studi kasus oleh konselor harus berdasar pada prosedur atau langkah-langkah
yang ada. Instrumen atau metode pengumpulan data dalam studi kasus terdapat
banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan
identifikasi masalah siswa, yaitu: kartu pribadi, angket, wawancara, kunjungan
rumah (home visit), buku rapor, testing, rating scale, autobiografi, sosiometri, studi dokumentasi, dan
daftar cek masalah (DCM).
Dalam
penggunaan alat-alat tersebut ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai
secara efektif dan efisien. Data yang dikumpulkan dalam studi kasus: identitas
diri, latar belakang keluarga, lingkungan hidup (sosial ekonomi), riwayat
pertumbuhan dan perkembangan, riwayat kesehatan, testing dalam berbagai bidang,
riwayat pendidikan sekolah, kesusilaan dari pihak keyakinan hidup, riwayat
pelanggaran hidup dan pergaulan dengan teman-teman.
Tahap pelaksanaan
:
1.
Perencanaan. Dalam perencanaan terhadap
langkah-langkah berikut, yaitu: mengenali gejala. Pertama-tama mengamati adanya
suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara
yaitu guru pembimbing menemui sendiri gejala pada siswa yang memiliki masalah,
guru mata pelajaran memberikan informasi, adanya siswa yang bermasalah kepada
guru pembimbing, wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani
seorang siswa yang bermasalah berdasarkan informasi yang diterimanya dari pihak
lain, seperti siswa, para guru, ataupun pihak tata usaha.
2.
Membuat deskripsi kasus. Setelah gejala
itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya
secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
3.
Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari
lebih lanjut aspek maupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan
dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut
masalah pribadi, sosial, belajar atau karir.
4.
Jenis masalah yang telah dikelompokkan
itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi
lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya.
5.
Adanya penjabaran masalah yang lebih
terinci dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan
sumber penyebab masalah.
6.
Perkiraan kemungkinan sumber penyebab
membantu mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan, dan teknik atau alat yang
digunakan dalam mengumpulkan informasi.
7.
Pengumpulan data. Terdapat beberapa
teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih sering digunakan dalam studi
kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Setelah data
terkumpul konselor dapat mulai mengorganisasi dan mengklarifikasi data menjadi
bagian-bagian yang dapat dikelola.
8.
Penggunaan dan pengolahan data.
Penggunaan dan pengolahan data merupakan usaha pengolahan data untuk merangkum,
menggolongkan dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan
data. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak,
rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
9.
Sintesa dan interpretasi data. Setelah
mengolah data selanjutnya data studi kasus diinterpretasikan dengan case conference antara petugas yang
melakukan studi kasus, dalam case conference terlibat beberapa
petugas khusus yang mempelajari setiap kasus dari individu yang bermasalah.
Rumusan ini dilakukan melalui pengambilan kesimpulan yang logis.
10.
Membuat perencanaan pelaksanaan
pertolongan (treatment). Merupakan
langkah yang ditempuh untuk menetapkan teknik atau bantuan yang diberikan
kepada siswa yang bermasalah serta memprediksi kemungkinan yang akan timbul
oleh siswa sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Berdasarkan hasil case conference disusun suatu
rekomendasi yang berwujud saran-saran, treatment
yang perlu dilakukan dan selanjutnya secara terus menerus diikuti dan dicatat
setiap perubahan atau perkembangan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan.
11.
Evaluasi dan tindak lanjut (follow up). Kegiatan ini dilakukan
setelah melakukan treatment atau membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan.
Untuk tindak lanjut bisa dilakukan oleh pengajar sendiri, guru BK, ataupun
dirujuk dan dialihtangankan kepada pihak lain yang lebih berkompeten maupun
dari orangtua siswa itu sendiri.
Identifikasi Kasus
Identifikasi
kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan
bimbingan dan konseling, yakni :
1.
Call them approach; melakukan wawancara dengan
memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan
dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2.
Maintain good relationship; menciptakan
hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah
antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui
berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar
saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi
informal lainnya.
3.
Developing a desire for counseling; menciptakan
suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang
dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat,
dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai
tindak lanjutnya.
4.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta
didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan
belajar yang dihadapi peserta didik.
5.
Melakukan analisis sosiometris,dengancaraini
dapatditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian
sosial.
Identifikasi
Masalah
Langkah ini
merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi peserta didik. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan
peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial–material; (2)
struktural–fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk
mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa
yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk
menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik,
seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial;
(4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan
pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan
hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.
Diagnosis
Diagnosis
merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat
dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. Dua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu:
(1) faktor internal; faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik itu
sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat,
kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor
eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya
faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
Prognosis
Prognosis
merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan
dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
berdasarkan data yang ada. Sebagai contoh jika konseli intelegensinya rendah
maka ia akan rendah pula prestasi belajarnya, jika ia tidak berminat pada suatu
tugas/pekerjaan, maka ia akan gagal memperoleh kepuasaan dalam bidang kerja
tersebut, jika konseli rendah bakatnya jadi bidang mekanik, maka kemungkinan
besar ia akan gagal studi pada programstudi teknik mesin. Tahap ini memprediksi
kemungkian apa yang akan dihadapi konseli jika masalahnya tidak cepat
teratasi.Dalam prognosis ini dapat berupa: a) bentuk treatment yang harus diberikan, b) bahan atau materi yang
diperlukan, c) metode yang akan digunakan, d) alat bantu belajar mengajar yang
diperlukan, e) waktu kegiatan dilaksanakan, f) terapi atau pemberian bantuan.
Terapi
disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan
belajar sesuai dengan pogram yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut.Bentuk
terapi yang dapat diberikan antara lain
melalui:a) bimbingan belajar kelompok,
b) bimbingan belajar individual, c) pengajaran remedial, d) pemberian bimbingan
pribadi, e) alih tangan kasus.
Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
a.
Pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara
perorangan atau kelompok
b.
Siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru,
konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli
c.
Kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang
perlu dipertimbangkan.
Pelaksanaan Treatment
Langkah ini
merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang
dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah
prognosis. Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan
kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat
dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung),
melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif,
non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan
tersebut.Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang
lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor
sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
Evaluasi / Tindak Lanjut
Berkaitan
dengan bimbingan dan konseling, maka yang dimaksusd dengan evaluasi
evaluasi bimbingan dan konseling adalah segala upaya,
tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan
kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah dengan mengacu pada criteria atau patokan-patokan tertentu sesuai
dengan program bimbingan dan konseling. Cara manapun yang ditempuh, evaluasi
atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa
pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.Berkenaan dengan evaluasi
bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1.
Berkembangnya pemahaman
baru yang
diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;
2.
Perasaan positif sebagai
dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3.
Rencana kegiatanyang akan
dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka
mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu,
kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila: 1) Peserta didik
(klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang
dihadapi. 2) Peserta didik (klien) telah memahami (self insight)
permasalahan yang dihadapi. 3) Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan
kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self
acceptance). 4) Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion
stress release). 5) Peserta didik (klien) telah menurun penentangan
terhadap lingkungannya. 6) Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap
keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara
obyektif. 7) Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam
mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan
rasional. 8) Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha
–usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan
dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.
Sedangkan
kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila: 1) Peserta didik
(klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang
dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya. 2) Peserta didik (klien) telah
mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat
membawanya ke dalam kesulitan. 3) Peserta didik (klien) telah menunjukkan
sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara
akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang
efektif.
Evaluasi
merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan dan konseling.
Tanpa evaluasi tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi
keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah
direncanakan. Evaluasi bimbingan dan konseling merupakan usaha untuk menilai
sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain bhwa keberhasilan program dalam pencapaian tujuan
merupakan suatu kondisi yang hendak dilihat melalui evaluasi.
Kriteria
atau patokan yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhinya
atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa dan pihak-pihak yang terlibat
baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh
perubahan perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar