Sabtu, 30 Januari 2016

pelaksanaan studi kasus

PELAKSANAAN STUDI KASUS

Pelaksanaan studi kasus oleh konselor harus berdasar pada prosedur atau langkah-langkah yang ada. Instrumen atau metode pengumpulan data dalam studi kasus terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa, yaitu: kartu pribadi, angket, wawancara, kunjungan rumah (home visit), buku rapor, testing, rating scale, autobiografi, sosiometri, studi dokumentasi, dan daftar cek masalah (DCM).
Dalam penggunaan alat-alat tersebut ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien. Data yang dikumpulkan dalam studi kasus: identitas diri, latar belakang keluarga, lingkungan hidup (sosial ekonomi), riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat kesehatan, testing dalam berbagai bidang, riwayat pendidikan sekolah, kesusilaan dari pihak keyakinan hidup, riwayat pelanggaran hidup dan pergaulan dengan teman-teman.
Tahap pelaksanaan :
1.             Perencanaan. Dalam perencanaan terhadap langkah-langkah berikut, yaitu: mengenali gejala. Pertama-tama mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara yaitu guru pembimbing menemui sendiri gejala pada siswa yang memiliki masalah, guru mata pelajaran memberikan informasi, adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing, wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seorang siswa yang bermasalah berdasarkan informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru, ataupun pihak tata usaha.
2.             Membuat deskripsi kasus. Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
3.             Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek maupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar atau karir.
4.             Jenis masalah yang telah dikelompokkan itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya.
5.             Adanya penjabaran masalah yang lebih terinci dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah.
6.             Perkiraan kemungkinan sumber penyebab membantu mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan informasi.
7.             Pengumpulan data. Terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih sering digunakan dalam studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Setelah data terkumpul konselor dapat mulai mengorganisasi dan mengklarifikasi data menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola.
8.             Penggunaan dan pengolahan data. Penggunaan dan pengolahan data merupakan usaha pengolahan data untuk merangkum, menggolongkan dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak, rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
9.             Sintesa dan interpretasi data. Setelah mengolah data selanjutnya data studi kasus diinterpretasikan dengan case conference antara petugas yang melakukan studi  kasus, dalam case conference terlibat beberapa petugas khusus yang mempelajari setiap kasus dari individu yang bermasalah. Rumusan ini dilakukan melalui pengambilan kesimpulan yang logis.
10.         Membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan (treatment). Merupakan langkah yang ditempuh untuk menetapkan teknik atau bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah serta memprediksi kemungkinan yang akan timbul oleh siswa sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Berdasarkan hasil case conference disusun suatu rekomendasi yang berwujud saran-saran, treatment yang perlu dilakukan dan selanjutnya secara terus menerus diikuti dan dicatat setiap perubahan atau perkembangan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan.
11.         Evaluasi dan tindak lanjut (follow up). Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan treatment atau membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan. Untuk tindak lanjut bisa dilakukan oleh pengajar sendiri, guru BK, ataupun dirujuk dan dialihtangankan kepada pihak lain yang lebih berkompeten maupun dari orangtua siswa itu sendiri.
Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1.             Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
2.             Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3.             Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.             Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5.             Melakukan analisis sosiometris,dengancaraini dapatditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial–material; (2) struktural–fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.


Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. Dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu: (1) faktor internal; faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
Prognosis
Prognosis merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada. Sebagai contoh jika konseli intelegensinya rendah maka ia akan rendah pula prestasi belajarnya, jika ia tidak berminat pada suatu tugas/pekerjaan, maka ia akan gagal memperoleh kepuasaan dalam bidang kerja tersebut, jika konseli rendah bakatnya jadi bidang mekanik, maka kemungkinan besar ia akan gagal studi pada programstudi teknik mesin. Tahap ini memprediksi kemungkian apa yang akan dihadapi konseli jika masalahnya tidak cepat teratasi.Dalam prognosis ini dapat berupa: a) bentuk treatment yang harus diberikan, b) bahan atau materi yang diperlukan, c) metode yang akan digunakan, d) alat bantu belajar mengajar yang diperlukan, e) waktu kegiatan dilaksanakan, f) terapi atau pemberian bantuan.
Terapi disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan pogram yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut.Bentuk terapi yang dapat diberikan  antara lain melalui:a)    bimbingan belajar kelompok, b) bimbingan belajar individual, c) pengajaran remedial, d) pemberian bimbingan pribadi, e) alih tangan kasus.
Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
a.              Pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok
b.             Siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli
c.              Kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.
Pelaksanaan Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
Evaluasi / Tindak Lanjut
Berkaitan dengan bimbingan dan konseling, maka yang dimaksusd dengan evaluasi  evaluasi bimbingan  dan konseling adalah  segala upaya, tindakan  atau proses untuk menentukan derajat kualitas  kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada criteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan dan konseling. Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1.             Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;
2.             Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3.             Rencana kegiatanyang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila: 1) Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi. 2) Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi. 3) Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance). 4) Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release). 5) Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya. 6) Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif. 7) Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional. 8) Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.
Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila: 1) Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya. 2) Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan. 3) Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif.
Evaluasi merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan dan konseling. Tanpa evaluasi tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah direncanakan. Evaluasi bimbingan dan konseling merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program  itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain bhwa keberhasilan program dalam pencapaian tujuan merupakan suatu kondisi  yang hendak dilihat melalui evaluasi.

Kriteria atau patokan yang digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh perubahan perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar