TEORI ATRIBUSI
1.
Persepsi
Tentang Orang Dan Atribusi
a.
Perbedaan persepsi benda dengan persepsi sosial
Persepsi
mengenai orang (person perception)
dan persepsi mengenai obyek/benda akan berbeda. Misal Sekelompok mahasiswa
diminta untuk persepsinya tentang ruang kuliah mereka. Kelompok yang sama
diminta persepsinya tentang seorang artis ternama yang sering dibicarakan dalam
acara infotainment di TV. Tentu persepsi
tentang ruang kuliah relatif lebih seragam dibandingkan dengan persepsi tentang
seseorang.Hal ini terjadi karena ada empat perbedaan antara persepsi obyek dan
persepsi tentang orang yang disebut
persepsi interpersonal.
1)
Pada persepsi obyek, stimuli
dianggap sebagai panca indra melalui benda–benda fisik seperti gelombang
cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli
disampaikan melalui lambang–lambang verbal atau grafis yangdisampaikan pada
pihak ke tiga. Pihak ketiga ini dapat mengurangi kecermatan. Pada contoh seorang
artis misalnya, terdapat cukup banyak informasidirinya dari berbagai sumber
(TV, majalah, tabloid) sebelum berjumpa dengannya, yang kemudian mempengaruhi
persepsi orang yang akan memberikan persepsi.
2)
Persepsi tentang orang jauh
lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, yang ditanggapi
sifat-sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang orang, maka dicoba
memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra. Yang dicoba untuk dipahami
bukan saja perilaku orang, tetapi motif atau mengapa orang berperilaku. Itulah
sebabnya mengapa harus mempelajari atribusi.
3)
Saat melakukan persepsi
obyek, obyek tidak bereaksi kepada orang yang memberikan persepsi. Orang juga
tidak memberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan
persepsi kepada orang lain, berbagai faktor telibat seperti faktor–faktor
personal seseorang, karakteristik orang lain yang dipersepsi maupun hubungan
antara objek yang dipersepsi dengan orang yang mempersepsi.
4)
Objek relatif tetap, tapi
orang cenderung berubah –ubah. Ruang kuliah yang diamati mahasiswa relative sama
dari waktu kewaktu, tetapi manusia yang diamati selau berubah. Ada kemungkinan
orang yang dipersepsi kemarin sedang gembira, tetapi hari ini dia sedih.
Mungkin saja tadi pagi orang tersebut berada di tempat ibadah, dan malamnya ia
berada diruang pesta sehingga ia menampilkan perilaku yang berbeda.
b.
Inferensi Sosial
Selain
mempersepsi benda, manusia juga melakukan persepsi tentang orang atau
sekelompok orang yang disebut sebagai persepsi sosial. Tujuannya adalah untuk
memahami orang atau orang–orang lain. Berbeda dengan persepsi sebelumnya,
persepsi sosial ini bersifat objektif. Dalam kehidupan sehari – hari sering
kali terjadi saat sebelum berjumpa dengan seseorang tetapi sudah mempunyai
kesimpulan tentang orang tersebut dari data–data yang diperoleh. Inilah yang
dinamakan inferensi sosial.
Mempersepsi
orang lebih sulit dan lebih mungkin untuk tidak cermat dari pada mempersepsi
benda. Dalam hal person perception,
Waber (1992) menyebut istilah inferensi sosial. Inferensi sosial berarti apa
yang dipelajari tentang orang atau orang lain. Prosesnya dimulai dari data
sosial berupa: informasi sosial, penampilan fisik, isyarat–isyarat nonverbal,
dan tindakan – tindakan orang lain. Semua itu membentuk data sosial yang
terintegrasi dan terkumpul untuk membentuk kesan mengenai orang lain.
Kontak
pertama dengan orang lain tidak selalu merupakan “interaksi tangan pertama”
atau secara langsung. Suatu waktu mungkinseseorang harus bertemu dengan orang
yang sebelumnya hanya dikenal melalui telepon atau surat; sebelumnya belum
bertemu secara tatap muka dengan orang tesebut. Di antara jaringan sosial saat
ini, orang akan mendengar nama–nama atau gambaran tentang orang lain sebelum berjumpa
dengan mereka. Inferensi sosial pada umumnya datang dari empat sumber. Yakni
(1) informasi sosial tentang oranglain, (2) penampilan, (3) petunjuk nonverbal,
dan (4) implikasi tindakan–tidakan orang lain.
Menurut
pandangan psikologi kognitif, manusia adalah makhluk pengolah informasi.
Informasi itu dibutuhkan sebagai suatu cara manusia bertahan hidup sebagai makhluk
sosial. Manusia akan berusaha mencari terbaru tentang orang yang ada
disekitarnya. Informasi sosial ini ada beberapa bentuk, yaitu:
1)
Trait (sifat, pembawaan). Sifat
yang dimiliki seseorang bersifat cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya.
Sifat dapat menjelaskan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi
tertentu. Trait merupakan suatu generalisasi tentang sikap sesorang. Mengenai
nilai kebenaran yang ada di dalamnya tentu tidak mutlak sepenuhnya. Bisa saja
orang akan berperilaku berbeda saat menghadapi situsai dan keadaan yang berbeda
pula.
2)
Nama. Setiap manusia
mempunyai nama yang membedakan dirinya dengan orang lain. Berbagai penelitian
menunjukan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan mudah diingat
daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya relatif dan tergantung dari budaya
dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih mudah untuk di ucapkan
disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relatif sulit diucapkan.
Bisa saja dari nama yang mengacu pada hal tertentu seperti itu bisa membuat seseorang
berusaha mencari informasi tentang orang yang bersangkutan. Nama juga bisa
mempengaruhi penilaian. Ternyata penelitian menunjukan bahwa karangan yang
dibuat oleh nama – nama yang menarik dinilai lebih tinggi dari pada karangan
dengan nama jelek. Sejumlah studi menunjukan bahwa nama memiliki asosiasi
dengan sejumlah kualitas, sepeti kecerdasan, daya tarik, kekuatan, feminitas.
Dalam kaitan ini, sejumlah nama bisa mendapat penilain positif dibandingkan
yang lain.
3)
Stereotype. Secara definisi,
stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu yang dianggap
sebagai suatu kebenaran. Misalnya, ada orang yang beranggapan bahwa orang yang
bersuku Batak memiliki sikap dan karakteristik keras, selalu terburu–buru, dan
tidak sabar. Hal ini dianggap suatu kebenaran meskipun nilai kebenarannya masih
diragukan. Suatu waktu orang tersebut bisa saja bertemu dengan orang bersuku
Batak dengan sifat berbeda dari yang ada dalam persepsi orang tersebut
sebelumnya. Stereotype itu muncul karena sudah ditanamkan karakter satu
kelompok tertentu dan hal itu diberlakukan untuk semua orang yang termasuk
dalam kelompok itu.
Stereotype dapatmemberi efek tertentu. Pertama adalah simplifikasi
dan social judgement. Stereotype bisa
mempermudah dalam berfikir tentang kelompok tertentu. Hal ini terjadi dengan
stereotype yang langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan apa yang telah dipersepsikan
sebelumnya. Akibatnya, seseorang akan mendapatkan penilaian sosial yang lebih
tepat.
Menurut psikologi kognitif, pengalaman–pengalaman baru yang
diterima seseorang akan masuk dalam “laci” kategori yang ada dalam memori,
berdasarkan kesamaannya dengan masa lalu. Bersama itu, semua sifat yang berada
pada kategori pengalaman itu dikenakan pada pengalaman baru. Dengan cara
seperti ini, orang memperoleh informasi tambahan dengan segera sehingga
membantu dalam mengambil keputusan yang cepat atau dalam meramalkan peristiwa.
Misalnya saja, selama ini selalu ada persepsi dan stereotype bahwa anak
perempuan bersifat lebih sabar, cekatan, dan teliti dalam mengerjakan sesuatu. Maka
pekerjaan yang selalu membutuhkan kesabaran dan ketelitian seperti menyulam
atau menjahit akan selalu bisa lebih baik jika dikerjakan oleh perempuan.
Dengan demikian, pada suatu saat ketika memerlukan seseorang untuk menjahit
baju, otomatis dan tanpa berpikir panjang, akan meminta tolong pada perempuan.
Berdasarkan hal tersebut, maka orang tersebut melakukan suatu simplifikasi
terhadap kelompok tertentu berdasarkan persepsi yang telah dimiliki sebelumnya.
Dapat disimpulkan dengan mudah suatu pengalaman dan pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya melalui kelompok tertentu dan melakukan generalisasi
kepada semua orang yang masuk dalam kelompok itu.
Efek stereotype yang
kedua adalah oversimplikasi dan prejudice.
Stereotype dengan mudahnya membuat seseorang
menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas. Berlawanan
dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negatif karena generalisasi yang
dilakukan membuat seseorang bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok
tertentu. Misalnya saja, seseorang percaya bahwa anak muda zaman sekarang tidak
ada yang mau mempelajari budayanya sendiri, sehingga suatu waktu ia bertemu
dengan anak yang tertarik untuk mempelajari budaya dalam negeri, ia akan
cenderung meremehkan dan merendahkan minat si anak muda itu.
Melakukan penilaian yang tidak benar berdasarkan stereotype tertentu yang dimiliki
merupakan prejudice atau prasangka. Prasangka
ini bisa bersifat negatif terhadap kelompok tertentu. Biasanya, prasangka
berdampak pada tindakan atau perilaku tertentu yang akhirnya bisa saja menjadi
diskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu.
Tidak dapat dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama
kali diperhatikan saat bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Dari Penampilah
fisik seseorang juga dapat diperoleh data–data sosial yang penting tentang
dirinya. Apa yang ada dalam pikiran anda saat melihat seorang laki–laki
berpakaian rapih, berkemeja, menggunakan dasi, menggunakan handphone keluaran
terbaru, lengkap dengan sepatu tertutup dan potongan rambut yang rapi. Saat itu
sudah bisa mulai memperoleh data–data sosial dirinya. seseorangakan beranggapan
bahwa orang tersebut adalah seorang businessman yang cukup sibuk,seorang
pimpinan perusahaan, staf perusahaan dan lain sebagainya. Artinya, hanya dari
penampilannya fisiknya saja, dapatdiperoleh data–data tentang pekerjaannya,
usia, status, tingkat pendidikan dan lainnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penampilan. Daya
tarik fisik yang bagus dan menarik bisa berbeda dan bisa bersifat relatif untuk
setiap orang. Meskipun begitu, untuk sebagian besar orang, daya tarik fisik
memiliki konsekuensi tersendiri bagi pesepsi seseorang. Ada dua bentuk efek
yang mungkin timbul. Pertama adalah apa yang disebut halo effect, cara menilai suatu karakteristik penting pada
seseorang sehingga dapat mempengaruhi cara informasi yang lain tentang orang
itu saat diinterpretasikan. Apabila seseorang mengetahui bahwa orang lain
memiliki satu sifat maka akan ada anggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat
tertentu yang berkaitan dengan sifat sebelumnya. Misalnya, ketika seseorang menyenangi
penampilan seorang artis, hal itu membuat orang tersebut untuk menyenangi hal
lain dalam diri artis itu, seperti sikap, hobby, pemikiran, cara pandang,
nilai-nilai yang dianut, dan seterusnya.
Efek yang kedua adalah apa yang disebut the physical attractiveness streotype (stereotype daya tarik
fisik). Memang apa yang disebut sebagai penampilan yang bagus bersifat relatif
dan berbeda untuk setiap orang. Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok
masyarakat tertentu,sudah ada semacam standar tentang apa atau siapa yang disebut
berpenampilan terbaik. Hal-hal menarik dan bagus akan dinilai baik atau lebih
baik daripada hal yang tidak menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti
penampilanya maka kita memiliki the
physical attrativeness stereotype.
Penelitian menunjukan bahwa hubungan karakter seseorang dengan
penampilan merupakan sesuatu streotype yang digenerelisasikan dan belum tentu
benar. Kita juga mungkin sering kali melakukan hal ini. Seseorang dengan daya
tarik fisik dan menarik sering dihubungkan dengan kesuksesan hidup. Mereka yang
secara fisik menarik akan cenderung memperoleh kesempatan lebih baik daripada
mereka yang kurang menarik dari segi fisik sehingga akibatnya ia akan lebih cepat
jalanya menuju kesuksesan.
Sigma
Mereka yang dianggap memiliki daya tarik fisik cenderung diberikan
label sosial yang baik sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya
tarik mendapatkan label yang kurang menyenangkan. Label-label sosial buruk yang
diberikan pada sesuatu itu disebut sebagai stigma. Stigma dapat menjadi sumber
prasangka sosial mulai dari penjauhan diri hingga diskriminasi. Misalnya,
negara berkembang sering diberikan label buruk atau stigma sebagai negara
dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, buruknya tingkat pendidikan, tingginya
tingkat kelahiran, rendahnya tingkat kesehatan, tingginya tingkat korupsi, dan
lain lain. Contoh lain, AIDS umunya masih dianggap sebagai stigma. Di masyarakat,
penyakit ini masih diberikan label negatif, terlepas dari berbagai penyebab
orang mendapatkan penyakit tersebut.
c.
Petunjuk Nonverbal
Ada beberapa bentuk petunjuk
nonverbal, diantaranya:
1.
Ekspresi wajah.
Ekspresi
wajah seseorang memegang peranan penting dalam interaksi dengan sesama.
Petunjuk wajah di anggap merupakan sumber persepsi yang dapat di andalkan.
Ekspresi wajah menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat
bepengaruh saat interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk
wajah adalah yang paling dalam mengenali perasaan orang lain. Seseorang yang
dapat tersenyum menunjukan bahwa ia adalah orang yang ramah dan sedamg gembira
hatinya. Tentunya cara kita bicara dengan dia akan berbeda dengan mereka, yang
saat kita temui tampak mengerut keningnya dan cemberut. Saat itu kita
memersepsikan dia sedang marah dan suasana hatinya tidak baik.
2.
Kontak mata.
Kontak
mata menunjukan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat interaksi dengan
orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghidari kontak mata yang
terlalu sering dengan mereka. Sebaliknya, kalau sedang berinteraksi dengan
orang yang amat kita senangi kontak mata akan dilakukan sesering mungkin.
Bentuk dan cara seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan
perhatian tertentu. Kita akan tahu saat seseorang sedang senang, ia akan
membuka mata lebar-lebar dan berbinar binar saat bebicara. Sebaliknya, pupil
matanya akan mengecil jika ia tidak tertarik dengan orang yang mengajaknya berbicara
atau dengan topik yg dibicarakan.
3.
Gesture.
Gerakan
tubuh (gesture) yang kita lakukan
memiliki makna atau arti tersendiri. Gerakan di sini bisa berupa gerakan
tangan, lengan, maupun kepala. Beberapa gerakan memiliki arti tertentu.
Misalnya, jari tangan( telunjuk dan jari tengah) yang memiliki huruf V
menunjukan tanda damai atau kemenangan (victory).
Dalam beberapa kasus, gestures ini
memberikan informasi yang lebih dari sekedar kata - kata yang di keluarkan.
Untuk menunjukan bahwa kita tidak mengetahui sesuatu hal, kita bisa
menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu misalnya. Hal itu sudah bisa
menunjukan bahwa kita memang tidak mengerti tentang sesuatu. Petunjuk gesture
dianggap sangat penting dalam proses komunikasi karena gerakan tubuh susah di
kontrol atau di kendalikan secara sadar oleh orang. Apabila ada petunjuk
lain(misalnya ucapan) yang bertentangan dengan tubuh, orang akan lebih
mempercayai gerakan tubuh orang tersebut. Misalnya, seseorang ketakutan hingga
tangan dan lututnya terlihat gemetar. Saat ditanya, apakah ia takut, ia
menjawab bahwa ia tidak takut. Namum, melihat gerakan tubuhnya itu sukar bagi
kita untuk mempercayai kata-kata itu.
4.
Suara.
Suara
yang kita keluarkan bisa memberikan pengaruh besar dalam menunjukan emosi dan
perasaan. Cara kita menggunakan bahasa (yang tertulis maupun terucap) disebut
dengan paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi
rendahnya suara (volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara,
dan kecepatan berbicara. Suara yang keras dan tinggi bisa dipersepsikan sebagai
suara orang yang sedang marah. Sementara suara orang yang pelan, ragu- ragu sedikit
gemetar, bisa dipersepsikan sebagai suara orang yang gugup dan takut. Suara
penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal
seseorang. Anak kecil pun dapat mengetahui bahwa suara yang lembut berarti
kasih sayang, suara meninggi dan keras berarti kemarahan atau suara memanjang
dan kecil berarti penyesalan.
5.
Tindakan Dalam membentuk
persepsi interpersonal.
Manusia
sering kali memfokuskan diri atau memberi perhatian pada bagaimana cara
seseorang bertindak terhadap orang lain. Ia akan mencoba mengerti dan memahami
alasan atau penyebab mengapa orang lain melakukan suatu tindakan.Proses seseorang
mencari alasan atau penyebab itu di sebut sebagai atribusi.
d.
Pembentukan Kesan
Para
peneliti mengidentifikasikan tiga jenis proses yang terjadi ketika menerapkan
persepsi interpersonal. (1) pembentukan konsep sosial, (2) pengorganisasian
kesan, dan (3) pengolahan informasi sosial.
1)
Pembentukan Konsep Sosial.
Beberapa
peneliti mengatakan bahwa pengalaman sosial merupaka sesuaatu yang dibentuk
oleh diri sendiri saat kita menginterprestasikan pengalaman kita dan memberikan
makna di dalamnya. Misalnya, kita terbiasa untuk membagi orang-orang yang kita
temui menjadi beberapa kelompok usia tertentu, seperti anak-anak, ramaja, orang
dewasa, orang tua. Padahal bagaimanapun, seseorang pasti akan berinteraksi
dengan segala jenis kelompok usia, dan tidak memberikan perbedaan secara ketat
menurut usianya, sehingga bisa dikatakan, pengelompokan usia yang kita lakukan
itu merupakan suatu konsep di kepala kita, yang membantu kita mengorganisasikan
kehidupam sosial. Kategori-kategori atau kelompok kualitas yang membantu kita
berfikir tentang manusia sekitar kita seperti itu adalah suatu konsep sosial.
Konsep
itu bisa berupa kelompok usia, ras, gender, dan hubungan keluarga, yang
nantinya membedakan kita antara teman dan musuh, lelaki dan perempuan, dan
perbedaan lainya yang menentukan bagaimana kita akan berperilaku dan menilai
orang lain. Konsep Sosial terbentuk melalui berikut :
a)
Pengalaman .
Melalui
pengalaman hidupnya, manusia mengembangkan cara untuk membedakan di antara berbagai
katagori manusia yang ditemuinya. Beberapa pengalaman yang dialami menjadi
berbeda tergantung dari saat kita pertama kali diproses dan diterima oleh diri
kita. Hal ini terbentuk suatu katagori alami (natural caragories). Dalam persepsi seseorang, jenis katagori ini
dapat dibedakan berdasarkan tindakan yang berbeda yang dilakukan seseorang,
tanpa melihat dari mana kelompok orang itu. Misalnya, seorang perempuan yang
sedang berbicara di sebuah kelas dihadapan banyak pelajar, secara alami ini
akan berbeda dengan perempuan yang sedang berlari ke taman. Satu perempuan yang
sama bisa bertindak di waktu dan tempat yang berbeda, dan sebagai seorang
pengamat, kita akan bisa membedakannya berdasarkan gerakan-gerakan yang
melakukan dan tindakannya itu.
Pengalaman
mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman bertambah juga melaului rangkaian
peristiwa yang pernah dihadapi. Inilah yang misalnya menyebabkan seorang ibu
dapat segera mengetahui ada yang tidak beres dengan anaknya dengan melihat
wajah, suara atau gerakan anaknya. Umumnya, ibu memang lebih berpengalaman
memersepsi anaknya daripada bapak.
b)
Belajar Konsep sosial
Belajar
konsep sosial juga dipelajari melalui asosiasi, peneguhan, dan pengujian
hipotesis. Seorang anak cenderung untuk memperoleh dan menggunakan konsep
sosial yang sama seperti orang tuanya karena ia belajar dari orang tuanya
tentang hal-hal yang sama. Orang dewasa biasanya akan menggunakan pengujian
hipotesis dengan memperkirakan atau menebak suatu konsep untuk mengategorikan
seseorang, dan melakukan peneguhan atau penegasan dari perkiraan itu menurut
pengalaman yang sudah diperoleh sebelumnya. Misalnya, dosen baru anda
berpakaian sedikit aneh dan tidak seperti pendidik lainya pada umumnya. Saat
itu anda akan berpikir, apakah ia tidak tahu cara berpakaian yang benar atau
memang sengaja melakukan itu untuk mengekspresikan dirinya. Dugaan-dugaan itu
akan ditegaskan melalui pertanyaan yang diberikan pada dosen anda langsung. Sehingga
dapat diperoleh informasi yang penting tentangnya sehingga mempengaruhi
interaksi di masa mendatang dengannya. Seseorang belajar dari pengalaman yang
sudah dialami sebelum berinteragsi dengan seseorang.
c)
Bahasa
Beberapa
kata bisa secara spesifik menjelaskan seseorang daripada kalau kita menggunakan
objek atau peristiwa tertentu. Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan
sesuatu bisa mempengaruhi kualitas yang diterima tentangnya. Sehingga dapat dikatakan,
bahasa membentuk konsep dan juga makna atau arti katanya. Misalnya, dalam
menulis sebuah berita, surat kabar terkadang menulis perempuan berusia 19 tahun
dengan kata-kata “gadis berusia 19 tahun". Penggunaan kata kata gadis dan
bukan perempuan biasa mempengarui cara berpikir dan persepsi orang yang
membacanya. Saat konsep-konsep itu sudah mulai terbentuk maka terciptalah suatu
label yang dilekatkan pada orang-orang tertentu. Ada beberapa kriteria labelling itu tercipta. Diantaranya :
(1)
Melalui kemiripan atau
kesamaan
Saat
pengalaman sosial yang baru diamali memiliki kemiripan elemen dengan pengalaman
yang terdahulu,label yang sudah ada bisa muncul. Misalnya, berdasarkan
pengalaman terdahulu, disimpulkan bahwa orang yang selalu membanggakan dirinya
dan tidak henti- hentinya membicarakan dirinya sendiri, diberi label sebagai
orang yang sombong dan egois. Saat suatu waktu kita bertemu dengan orang lain
yang juga sering melakukan hal yang sama, secara otomatis kita akan melakukan
label yang sama terhadap orang itu.
(2)
Motivasi
Sama
seperti self-serving yang bisa
menggangu persepsi seseorang, hal yang sama juga mengakibatkan bias pada
impresi terhadap seseorang. Misalnya, saat kita memperoleh nilai jelek di satu
mata kuliah, kita bisa saja menilai bahwa dosen kita adalah orang yang tidak
adil. Atau, saat tim favorit kita dikalahkan dalam satu pertandingan, kita juga
akan menilai tim lawan sebagai tim yang bermain curang.
(3)
Konteks Sikap dan perilaku
Konteks
sikap dan perilaku bisa memiliki arti yang berbeda pada konteks yang berbeda.
Misalnya, kita tersenyum saat menonton sebuah acara komedi ditelevisi. Disini
makna senyuman itu adalah karena kita merasakan ada sesuatu yang lucu dan
merupakan ekspresi perasaan. Perilaku yang sama ini akan memiliki arti yang
berbeda saat kita tersenyum pada seseorang yang lucu melainkan untuk menunjukan
sikap ramah dan terbuka terhadap orang lain. Perilaku yang sama ini, di konteks
yang berbeda, menimbulkan makna yang juga berbeda. Pengorganisasi Kesan
Pembentukan kesan yang lain berfokus pada kuntitas dan keberagaman informasi
sosial hrus di pahami secara keseluruhan. Manusia merupakan makluk pengolah
informasi dan mengorganisasikan kesan berdasarkan proses tertentu sehingga saat
kesan itu di bentuk, ada suatu proses kognitif dalam setiap individu.
2)
Mengorganisasikan kesan
Para peneliti
mengidentifikasi ada beberapa strategi yang di gunakan untuk mengorganisasikan
kesan, yaitu:
a)
Centrality
Salah
satu study klasik psikologi sosial dari Solomon Asch menentukan beberapa sifat
pribadi mempengarui cara menginterprestasi orang lain. Misalnya, apabila
seseorang disebut memiliki sifat "hangat" dan "cerdas" maka
jenis "cerdas" yang dimaksud akan berbeda jika orang tersebut
diinterprestasikan "dingin" dan "cerdas". Dimensi
"hangat-dingin" menjadi pusat (central)
bagi pembentukan kesan, yang nantinya akan mempengaruhi keseluruhan penilaian
kita mengenai orang lain. Para peneliti lain menyebutkan bahwa segala karakternya
(sosial atau intelektual). Misalnya, karakter sosial-baik, seperti
"hangat" memberi konteks yang penting bagi sifat intelektual, seperti
"cerdas" orang yang cerdas dan hangat berbeda berbeda dari jenis
kecerdasan lainya, jadi karakter adalah salah satu yang memberikan konteks
tambahan untuk pembentukan kesan.
b)
Primacy versus rencency
Urutan
informasi yang diterima seseorang dapat mempengaruhi kesan yang terbentuk.
Sebagian besar penelitian pada persepsi seseorang dan komunikasi persuasif
menyebutkan bahwa kesan pertama meninggalkan kesan yang amat penting.
Memberikan nilai lebih pada informasi pertama yang di terima merupakan suatu primacy effect. Primacy effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat
menentukan. Namun, pada beberapa situasi, informasi terakhir bisa memberikan
pengaruh yang tertunda dalam pembentukan kesan. Misalnya, saat akan memasuki
kelas baru, kita diberi tahu bahwa dosen baru akan memberikan mata kuliah itu
adalah orang yang tegas, disiplin, dan keras. Kita bisa membuktikan sendiri
kebenaran cerita itu. Jika kita lebih mengandalkan pada informasi terakir dan
menganggap itu lebih berpengaruh maka hal itu di sebut sebagai recency effect.
c)
Salience
Salince merupakan hal-hal yang
paling dapat dilihat atau diketahui (noticeability),
terutama dalam konteks tertentu. Kondisi yang membentuk rangsangan sosial ini
diantaranya adalah adalaj kejelasan (brightness),keras
tidaknya suara (noisiness), gerakan (motion), dan kebaruan (novelty). Misalnya, biasanya kita akan
lebih mengetahui atau memperhatikan seseorang yang berbicara dengan suara keras
dalam suatu tempat yang tenang, dan lebih memperhatikan orang yang sedang
berjalan diantara sekelompok orang yang sedang duduk. Kita akan lebih mudah
mengenal atau mengetahui seorang lelaki yang sedang berada diantara sekelompok
perempuan atau sebaliknya. Segala hal yang membuat seseorang terlihat berbeda
dalam konteks sosial membuatnya lebih dikenal atau diketahui daripada
oranglain. Ia akan menarik perhatian daripada suasana atau situasi yang ada di
sekitarnya. Proses pembentukan kesan yang terjadi dalam persepsi interpersonal
yang ke tiga adalah: Pengolahan Informasi Sosial Informasi sosial yang di
peroleh seseorang memberikan dasar bagi orang tersebut untuk bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sosialnya penelitian menunjukan dua proses spesifik
yang di lakukan orang saat bergerak dari kesan yang diperolehnya menuju
tindakan yang dilakukannya, yakni impressionintergration
dan social judment (penilaian
sosial).
a)
Impression integration
Ada
beberapa strategi untuk mengintegrasikan kesan – kesan yaitu: 1) Evaluasi. Keputusan
yang paling penting yang kita buat tentang orang lain adalah apakah kita
menyukai atau tidak menyukainya. Melalui kebaikan dan keburukan seseorang ini
berarti suatu evaluasi yang kita berikan kepada orang lain. 2) Averaging. Saat kesan terhadap seseorang
itu bercampur (misalnya ada yang kita senangi, kita benci, ada yang kita
ragukan, dan lainnya), apakah satu sama lain bisa saling mengisi. Penelitian
menyebutkan bahwa kesan yang berlawanan bisa saling bersatu melalui proses
pukul rata (process of averaging).
Secara spesifik, kualitas yang berbeda pada setiap individu tidak hanya
dievaluasi (dinilai mana yang baik dan mana yang buruk, positif atau negatif),
tetapi juga memberi bobot (mana yang lebih penting, dan mana yang kurang
penting). Pemberian nilai dan bobot ini, lalu dikombinasikan untuk kemudian
kesan rata–rata pun dihitung. 3) Consistency
Konsistensi berarti suatu kesan yang kita miliki tentang seseorang, menentukan
kesan lain yang kita peroleh tentang orang itu. Misalnya, apabila informasi
awal yang kita peroleh tentang seseorang kita nilai positif atau baik maka
kesan berikutnya tentang orang itu juga akan dinilai dengan baik secara
konsisten. Halo effect adalah salah
satu kencenderungan prinsip konsistensi dalam pembentukan kesan. 4) Positivity. Beberapa penilitian
menunnjukan, manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam hal yang positif.
Bias positif ini merupakan perpanjangan dari keinginan manusia untuk memperoleh
pengalaman yang selalu baik.
b)
Social judgment
Sebelum
bertindak, perlu dibuat keputusan social. Kesimpulan yang paling penting
terletak pada penilaian kita terhadap orang lain. Ada dua penerapan dari penilaian
social sebagai berikut: 1) Personality.
Model hubungan sosial terhadap persepsi kepribadian seseorang mengatakan bahwa
penilaian yang dilakukan terhadap orang lain akan ditentukan dengan tiga hal
yaitu: orang yang dinilai atau diukur, orang yang menilai, dan hubungan yang
terjalin antara keduanya. Dengan demikian, tidak ada satu penilaian yang
objektif terhadap kepribadian orang lain. 2) Deception. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa seseorang
pengamat yang baik bisa membedakan mana informasi dari seseorang. Biasanya
tanda–tanda itu lebih terlihat dari gerakan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu
juga suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seseorang sedang
berbohong. Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu bisa
membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang tidak benar dari
seseorang. Biasanya tanda–tanda itu lebih terlihat dari gerakkan tubuhnya dari
pada wajahnya. Begitu juga juga suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan
bahwa seeseorang sedang berbohong. Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk
tentang seseorang itu.
2.
Pengertian dan Teori Atribusi
Atribusi
didefinisikan sebagai proses mempersepsi sifat-sifat dispositional (yang sudah ada) pada satuan-satuan (entities) di dalam suatu lingkungan (environment). Teori atribusi menjelaskan
tentang perilaku seseorang. Apakah perilaku tersebut disebabkan oleh faktor internal
misalnya sikap, sifat tertentu, ataupun aspek internal lainnya ataukah
disebabkan oleh faktor eksternal misalnya situasi.
Proses
atribusi adalah proses persepsi dan bahwa atribusi dapat ditujukan kepada orang
atau lingkungan. Contoh, X senang menonton acara TV tertentu (Z), maka ada dua
kemungkinan: X bisa menyatakan bahwa acara itulah yang memang menyenangkan
(atribusi eksternal) atau bisa menyatakan bahwa dirinyalah yang sedang dalam
keadaan senang sehingga ia menyukai acara Z.
Terdapat
empat kriteria yang menyebabkan orang lebih cenderung kepada atribusi eksternal
daripada atribusi internal. Keempat kriteria itu adalad a) distinctiveness, b) konsistensi dan, c) konsensus.
a.
Distinctiveness,
yaitu bagaimana orang bereaksi terhadap stimulus atau situasi yang berbeda.
Bila seseorang memberikan reaksi yang sama terhadap stimulus yang berbeda, maka
dapat dikatakan bahwa orang yang bersangkutan memiliki distinctiveness yang rendah.
b.
Konsistensi, yaitu bagaimana seseorang
berperilaku atau bereaksi terhadap stimulus yang sama dalam situasi atau
keadaan yang berbeda. Bila seseorang bereaksi sama terhadap stimulus yang sama
dalam kondisi yang berbeda, maka orang tersebut memiliki konsistensi yang
tinggi.
c.
Konsensus, yaitu bagaimana seseorang
bereaksi bila dibandingkan dengan orang lain, terhadap stimuus tertentu. Misal
bila seseorang berperilaku tertentu, sedangkan orang lain tidak berbuat
demikian, maka dapat dikatakan bahwa konsensus orang yang bersangkutan rendah.
3.
Beberapa Sumber Kesesatan Atribusi
Dalam
atribusi terdapat beberapa sumber yang menyebabkan kesesatan, sehingga dengan
demikian orang akan mengalami kesalahan dalam memberikan interpretasi mengenai
perilaku seseorang. Sumber kesesatan tersebut adalah: a) the fundamental atribution error, b) the actor-observer effect, dan c) the self serving bias.
a.
The
fundamental atribution error, yaitu kesesatan yang
disebabkan karena hanya melihat faktor internal dalam perilaku, dan tidak
menghiraukan faktor situasi atau faktor luar.
b.
The
actor-observer effect, yaitu dalam meninjau perilaku orang
lain menekankan pada faktor dalam yang berperan, tetapi kalau perilakunya
sendiri faktor luar yang berperan.
c.
The
self serving bias, yaitu merupakan sumber kesesatan di mana
orang memandang atau berasumsi bahwa dirinya tidak dapat berbuat salah. Bila
orang mengalami keberuntungan maka hal tersebut karena faktor dalam, namun jika
mengalami kegagalan hal tersebut karena faktor luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar