Sabtu, 30 Januari 2016

atribusi

TEORI ATRIBUSI

1.             Persepsi Tentang Orang Dan Atribusi
a.             Perbedaan persepsi benda dengan persepsi sosial
Persepsi mengenai orang (person perception) dan persepsi mengenai obyek/benda akan berbeda. Misal Sekelompok mahasiswa diminta untuk persepsinya tentang ruang kuliah mereka. Kelompok yang sama diminta persepsinya tentang seorang artis ternama yang sering dibicarakan dalam acara infotainment di TV. Tentu persepsi tentang ruang kuliah relatif lebih seragam dibandingkan dengan persepsi tentang seseorang.Hal ini terjadi karena ada empat perbedaan antara persepsi obyek dan persepsi tentang orang  yang disebut persepsi interpersonal.
1)             Pada persepsi obyek, stimuli dianggap sebagai panca indra melalui benda–benda fisik seperti gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli disampaikan melalui lambang–lambang verbal atau grafis yangdisampaikan pada pihak ke tiga. Pihak ketiga ini dapat mengurangi kecermatan. Pada contoh seorang artis misalnya, terdapat cukup banyak informasidirinya dari berbagai sumber (TV, majalah, tabloid) sebelum berjumpa dengannya, yang kemudian mempengaruhi persepsi orang yang akan memberikan persepsi.
2)             Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, yang ditanggapi sifat-sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang orang, maka dicoba memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra. Yang dicoba untuk dipahami bukan saja perilaku orang, tetapi motif atau mengapa orang berperilaku. Itulah sebabnya mengapa harus mempelajari atribusi.
3)             Saat melakukan persepsi obyek, obyek tidak bereaksi kepada orang yang memberikan persepsi. Orang juga tidak memberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi kepada orang lain, berbagai faktor telibat seperti faktor–faktor personal seseorang, karakteristik orang lain yang dipersepsi maupun hubungan antara objek yang dipersepsi dengan orang yang mempersepsi.
4)             Objek relatif tetap, tapi orang cenderung berubah –ubah. Ruang kuliah yang diamati mahasiswa relative sama dari waktu kewaktu, tetapi manusia yang diamati selau berubah. Ada kemungkinan orang yang dipersepsi kemarin sedang gembira, tetapi hari ini dia sedih. Mungkin saja tadi pagi orang tersebut berada di tempat ibadah, dan malamnya ia berada diruang pesta sehingga ia menampilkan perilaku yang berbeda.
b.             Inferensi Sosial
Selain mempersepsi benda, manusia juga melakukan persepsi tentang orang atau sekelompok orang yang disebut sebagai persepsi sosial. Tujuannya adalah untuk memahami orang atau orang–orang lain. Berbeda dengan persepsi sebelumnya, persepsi sosial ini bersifat objektif. Dalam kehidupan sehari – hari sering kali terjadi saat sebelum berjumpa dengan seseorang tetapi sudah mempunyai kesimpulan tentang orang tersebut dari data–data yang diperoleh. Inilah yang dinamakan inferensi sosial.
Mempersepsi orang lebih sulit dan lebih mungkin untuk tidak cermat dari pada mempersepsi benda. Dalam hal person perception, Waber (1992) menyebut istilah inferensi sosial. Inferensi sosial berarti apa yang dipelajari tentang orang atau orang lain. Prosesnya dimulai dari data sosial berupa: informasi sosial, penampilan fisik, isyarat–isyarat nonverbal, dan tindakan – tindakan orang lain. Semua itu membentuk data sosial yang terintegrasi dan terkumpul untuk membentuk kesan mengenai orang lain.
Kontak pertama dengan orang lain tidak selalu merupakan “interaksi tangan pertama” atau secara langsung. Suatu waktu mungkinseseorang harus bertemu dengan orang yang sebelumnya hanya dikenal melalui telepon atau surat; sebelumnya belum bertemu secara tatap muka dengan orang tesebut. Di antara jaringan sosial saat ini, orang akan mendengar nama–nama atau gambaran tentang orang lain sebelum berjumpa dengan mereka. Inferensi sosial pada umumnya datang dari empat sumber. Yakni (1) informasi sosial tentang oranglain, (2) penampilan, (3) petunjuk nonverbal, dan (4) implikasi tindakan–tidakan orang lain.


Menurut pandangan psikologi kognitif, manusia adalah makhluk pengolah informasi. Informasi itu dibutuhkan sebagai suatu cara manusia bertahan hidup sebagai makhluk sosial. Manusia akan berusaha mencari terbaru tentang orang yang ada disekitarnya. Informasi sosial ini ada beberapa bentuk, yaitu:
1)             Trait (sifat, pembawaan). Sifat yang dimiliki seseorang bersifat cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya. Sifat dapat menjelaskan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu. Trait merupakan suatu generalisasi tentang sikap sesorang. Mengenai nilai kebenaran yang ada di dalamnya tentu tidak mutlak sepenuhnya. Bisa saja orang akan berperilaku berbeda saat menghadapi situsai dan keadaan yang berbeda pula.
2)             Nama. Setiap manusia mempunyai nama yang membedakan dirinya dengan orang lain. Berbagai penelitian menunjukan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan mudah diingat daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya relatif dan tergantung dari budaya dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih mudah untuk di ucapkan disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relatif sulit diucapkan. Bisa saja dari nama yang mengacu pada hal tertentu seperti itu bisa membuat seseorang berusaha mencari informasi tentang orang yang bersangkutan. Nama juga bisa mempengaruhi penilaian. Ternyata penelitian menunjukan bahwa karangan yang dibuat oleh nama – nama yang menarik dinilai lebih tinggi dari pada karangan dengan nama jelek. Sejumlah studi menunjukan bahwa nama memiliki asosiasi dengan sejumlah kualitas, sepeti kecerdasan, daya tarik, kekuatan, feminitas. Dalam kaitan ini, sejumlah nama bisa mendapat penilain positif dibandingkan yang lain.
3)             Stereotype. Secara definisi, stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu yang dianggap sebagai suatu kebenaran. Misalnya, ada orang yang beranggapan bahwa orang yang bersuku Batak memiliki sikap dan karakteristik keras, selalu terburu–buru, dan tidak sabar. Hal ini dianggap suatu kebenaran meskipun nilai kebenarannya masih diragukan. Suatu waktu orang tersebut bisa saja bertemu dengan orang bersuku Batak dengan sifat berbeda dari yang ada dalam persepsi orang tersebut sebelumnya. Stereotype itu muncul karena sudah ditanamkan karakter satu kelompok tertentu dan hal itu diberlakukan untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok itu.
Stereotype dapatmemberi efek tertentu. Pertama adalah simplifikasi dan social judgement. Stereotype bisa mempermudah dalam berfikir tentang kelompok tertentu. Hal ini terjadi dengan stereotype yang langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan apa yang telah dipersepsikan sebelumnya. Akibatnya, seseorang akan mendapatkan penilaian sosial yang lebih tepat.
Menurut psikologi kognitif, pengalaman–pengalaman baru yang diterima seseorang akan masuk dalam “laci” kategori yang ada dalam memori, berdasarkan kesamaannya dengan masa lalu. Bersama itu, semua sifat yang berada pada kategori pengalaman itu dikenakan pada pengalaman baru. Dengan cara seperti ini, orang memperoleh informasi tambahan dengan segera sehingga membantu dalam mengambil keputusan yang cepat atau dalam meramalkan peristiwa. Misalnya saja, selama ini selalu ada persepsi dan stereotype bahwa anak perempuan bersifat lebih sabar, cekatan, dan teliti dalam mengerjakan sesuatu. Maka pekerjaan yang selalu membutuhkan kesabaran dan ketelitian seperti menyulam atau menjahit akan selalu bisa lebih baik jika dikerjakan oleh perempuan. Dengan demikian, pada suatu saat ketika memerlukan seseorang untuk menjahit baju, otomatis dan tanpa berpikir panjang, akan meminta tolong pada perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka orang tersebut melakukan suatu simplifikasi terhadap kelompok tertentu berdasarkan persepsi yang telah dimiliki sebelumnya. Dapat disimpulkan dengan mudah suatu pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya melalui kelompok tertentu dan melakukan generalisasi kepada semua orang yang masuk dalam kelompok itu.
Efek stereotype yang kedua adalah oversimplikasi dan prejudice. Stereotype dengan mudahnya membuat seseorang menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas. Berlawanan dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negatif karena generalisasi yang dilakukan membuat seseorang bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu. Misalnya saja, seseorang percaya bahwa anak muda zaman sekarang tidak ada yang mau mempelajari budayanya sendiri, sehingga suatu waktu ia bertemu dengan anak yang tertarik untuk mempelajari budaya dalam negeri, ia akan cenderung meremehkan dan merendahkan minat si anak muda itu.

Melakukan penilaian yang tidak benar berdasarkan stereotype tertentu yang dimiliki merupakan prejudice atau prasangka. Prasangka ini bisa bersifat negatif terhadap kelompok tertentu. Biasanya, prasangka berdampak pada tindakan atau perilaku tertentu yang akhirnya bisa saja menjadi diskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu.
Tidak dapat dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan saat bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Dari Penampilah fisik seseorang juga dapat diperoleh data–data sosial yang penting tentang dirinya. Apa yang ada dalam pikiran anda saat melihat seorang laki–laki berpakaian rapih, berkemeja, menggunakan dasi, menggunakan handphone keluaran terbaru, lengkap dengan sepatu tertutup dan potongan rambut yang rapi. Saat itu sudah bisa mulai memperoleh data–data sosial dirinya. seseorangakan beranggapan bahwa orang tersebut adalah seorang businessman yang cukup sibuk,seorang pimpinan perusahaan, staf perusahaan dan lain sebagainya. Artinya, hanya dari penampilannya fisiknya saja, dapatdiperoleh data–data tentang pekerjaannya, usia, status, tingkat pendidikan dan lainnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penampilan. Daya tarik fisik yang bagus dan menarik bisa berbeda dan bisa bersifat relatif untuk setiap orang. Meskipun begitu, untuk sebagian besar orang, daya tarik fisik memiliki konsekuensi tersendiri bagi pesepsi seseorang. Ada dua bentuk efek yang mungkin timbul. Pertama adalah apa yang disebut halo effect, cara menilai suatu karakteristik penting pada seseorang sehingga dapat mempengaruhi cara informasi yang lain tentang orang itu saat diinterpretasikan. Apabila seseorang mengetahui bahwa orang lain memiliki satu sifat maka akan ada anggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat tertentu yang berkaitan dengan sifat sebelumnya. Misalnya, ketika seseorang menyenangi penampilan seorang artis, hal itu membuat orang tersebut untuk menyenangi hal lain dalam diri artis itu, seperti sikap, hobby, pemikiran, cara pandang, nilai-nilai yang dianut, dan seterusnya.
Efek yang kedua adalah apa yang disebut the physical attractiveness streotype (stereotype daya tarik fisik). Memang apa yang disebut sebagai penampilan yang bagus bersifat relatif dan berbeda untuk setiap orang. Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok masyarakat tertentu,sudah ada semacam standar tentang apa atau siapa yang disebut berpenampilan terbaik. Hal-hal menarik dan bagus akan dinilai baik atau lebih baik daripada hal yang tidak menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti penampilanya maka kita memiliki the physical attrativeness stereotype.
Penelitian menunjukan bahwa hubungan karakter seseorang dengan penampilan merupakan sesuatu streotype yang digenerelisasikan dan belum tentu benar. Kita juga mungkin sering kali melakukan hal ini. Seseorang dengan daya tarik fisik dan menarik sering dihubungkan dengan kesuksesan hidup. Mereka yang secara fisik menarik akan cenderung memperoleh kesempatan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik dari segi fisik sehingga akibatnya ia akan lebih cepat jalanya menuju kesuksesan.


Sigma
Mereka yang dianggap memiliki daya tarik fisik cenderung diberikan label sosial yang baik sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya tarik mendapatkan label yang kurang menyenangkan. Label-label sosial buruk yang diberikan pada sesuatu itu disebut sebagai stigma. Stigma dapat menjadi sumber prasangka sosial mulai dari penjauhan diri hingga diskriminasi. Misalnya, negara berkembang sering diberikan label buruk atau stigma sebagai negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, buruknya tingkat pendidikan, tingginya tingkat kelahiran, rendahnya tingkat kesehatan, tingginya tingkat korupsi, dan lain lain. Contoh lain, AIDS umunya masih dianggap sebagai stigma. Di masyarakat, penyakit ini masih diberikan label negatif, terlepas dari berbagai penyebab orang mendapatkan penyakit tersebut.
c.              Petunjuk Nonverbal
Ada beberapa bentuk petunjuk nonverbal, diantaranya:
1.             Ekspresi wajah.
Ekspresi wajah seseorang memegang peranan penting dalam interaksi dengan sesama. Petunjuk wajah di anggap merupakan sumber persepsi yang dapat di andalkan. Ekspresi wajah menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat bepengaruh saat interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling dalam mengenali perasaan orang lain. Seseorang yang dapat tersenyum menunjukan bahwa ia adalah orang yang ramah dan sedamg gembira hatinya. Tentunya cara kita bicara dengan dia akan berbeda dengan mereka, yang saat kita temui tampak mengerut keningnya dan cemberut. Saat itu kita memersepsikan dia sedang marah dan suasana hatinya tidak baik.
2.             Kontak mata.
Kontak mata menunjukan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat interaksi dengan orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghidari kontak mata yang terlalu sering dengan mereka. Sebaliknya, kalau sedang berinteraksi dengan orang yang amat kita senangi kontak mata akan dilakukan sesering mungkin. Bentuk dan cara seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan perhatian tertentu. Kita akan tahu saat seseorang sedang senang, ia akan membuka mata lebar-lebar dan berbinar binar saat bebicara. Sebaliknya, pupil matanya akan mengecil jika ia tidak tertarik dengan orang yang mengajaknya berbicara atau dengan topik yg dibicarakan.
3.             Gesture.
Gerakan tubuh (gesture) yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri. Gerakan di sini bisa berupa gerakan tangan, lengan, maupun kepala. Beberapa gerakan memiliki arti tertentu. Misalnya, jari tangan( telunjuk dan jari tengah) yang memiliki huruf V menunjukan tanda damai atau kemenangan (victory). Dalam beberapa kasus, gestures ini memberikan informasi yang lebih dari sekedar kata - kata yang di keluarkan. Untuk menunjukan bahwa kita tidak mengetahui sesuatu hal, kita bisa menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu misalnya. Hal itu sudah bisa menunjukan bahwa kita memang tidak mengerti tentang sesuatu. Petunjuk gesture dianggap sangat penting dalam proses komunikasi karena gerakan tubuh susah di kontrol atau di kendalikan secara sadar oleh orang. Apabila ada petunjuk lain(misalnya ucapan) yang bertentangan dengan tubuh, orang akan lebih mempercayai gerakan tubuh orang tersebut. Misalnya, seseorang ketakutan hingga tangan dan lututnya terlihat gemetar. Saat ditanya, apakah ia takut, ia menjawab bahwa ia tidak takut. Namum, melihat gerakan tubuhnya itu sukar bagi kita untuk mempercayai kata-kata itu.
4.             Suara.
Suara yang kita keluarkan bisa memberikan pengaruh besar dalam menunjukan emosi dan perasaan. Cara kita menggunakan bahasa (yang tertulis maupun terucap) disebut dengan paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendahnya suara (volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara, dan kecepatan berbicara. Suara yang keras dan tinggi bisa dipersepsikan sebagai suara orang yang sedang marah. Sementara suara orang yang pelan, ragu- ragu sedikit gemetar, bisa dipersepsikan sebagai suara orang yang gugup dan takut. Suara penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal seseorang. Anak kecil pun dapat mengetahui bahwa suara yang lembut berarti kasih sayang, suara meninggi dan keras berarti kemarahan atau suara memanjang dan kecil berarti penyesalan.



5.             Tindakan Dalam membentuk persepsi interpersonal.
Manusia sering kali memfokuskan diri atau memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain. Ia akan mencoba mengerti dan memahami alasan atau penyebab mengapa orang lain melakukan suatu tindakan.Proses seseorang mencari alasan atau penyebab itu di sebut sebagai atribusi.
d.             Pembentukan Kesan
Para peneliti mengidentifikasikan tiga jenis proses yang terjadi ketika menerapkan persepsi interpersonal. (1) pembentukan konsep sosial, (2) pengorganisasian kesan, dan (3) pengolahan informasi sosial.
1)             Pembentukan Konsep Sosial.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa pengalaman sosial merupaka sesuaatu yang dibentuk oleh diri sendiri saat kita menginterprestasikan pengalaman kita dan memberikan makna di dalamnya. Misalnya, kita terbiasa untuk membagi orang-orang yang kita temui menjadi beberapa kelompok usia tertentu, seperti anak-anak, ramaja, orang dewasa, orang tua. Padahal bagaimanapun, seseorang pasti akan berinteraksi dengan segala jenis kelompok usia, dan tidak memberikan perbedaan secara ketat menurut usianya, sehingga bisa dikatakan, pengelompokan usia yang kita lakukan itu merupakan suatu konsep di kepala kita, yang membantu kita mengorganisasikan kehidupam sosial. Kategori-kategori atau kelompok kualitas yang membantu kita berfikir tentang manusia sekitar kita seperti itu adalah suatu konsep sosial.
Konsep itu bisa berupa kelompok usia, ras, gender, dan hubungan keluarga, yang nantinya membedakan kita antara teman dan musuh, lelaki dan perempuan, dan perbedaan lainya yang menentukan bagaimana kita akan berperilaku dan menilai orang lain. Konsep Sosial terbentuk melalui berikut :
a)             Pengalaman .
Melalui pengalaman hidupnya, manusia mengembangkan cara untuk membedakan di antara berbagai katagori manusia yang ditemuinya. Beberapa pengalaman yang dialami menjadi berbeda tergantung dari saat kita pertama kali diproses dan diterima oleh diri kita. Hal ini terbentuk suatu katagori alami (natural caragories). Dalam persepsi seseorang, jenis katagori ini dapat dibedakan berdasarkan tindakan yang berbeda yang dilakukan seseorang, tanpa melihat dari mana kelompok orang itu. Misalnya, seorang perempuan yang sedang berbicara di sebuah kelas dihadapan banyak pelajar, secara alami ini akan berbeda dengan perempuan yang sedang berlari ke taman. Satu perempuan yang sama bisa bertindak di waktu dan tempat yang berbeda, dan sebagai seorang pengamat, kita akan bisa membedakannya berdasarkan gerakan-gerakan yang melakukan dan tindakannya itu.
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman bertambah juga melaului rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Inilah yang misalnya menyebabkan seorang ibu dapat segera mengetahui ada yang tidak beres dengan anaknya dengan melihat wajah, suara atau gerakan anaknya. Umumnya, ibu memang lebih berpengalaman memersepsi anaknya daripada bapak.
b)             Belajar Konsep sosial
Belajar konsep sosial juga dipelajari melalui asosiasi, peneguhan, dan pengujian hipotesis. Seorang anak cenderung untuk memperoleh dan menggunakan konsep sosial yang sama seperti orang tuanya karena ia belajar dari orang tuanya tentang hal-hal yang sama. Orang dewasa biasanya akan menggunakan pengujian hipotesis dengan memperkirakan atau menebak suatu konsep untuk mengategorikan seseorang, dan melakukan peneguhan atau penegasan dari perkiraan itu menurut pengalaman yang sudah diperoleh sebelumnya. Misalnya, dosen baru anda berpakaian sedikit aneh dan tidak seperti pendidik lainya pada umumnya. Saat itu anda akan berpikir, apakah ia tidak tahu cara berpakaian yang benar atau memang sengaja melakukan itu untuk mengekspresikan dirinya. Dugaan-dugaan itu akan ditegaskan melalui pertanyaan yang diberikan pada dosen anda langsung. Sehingga dapat diperoleh informasi yang penting tentangnya sehingga mempengaruhi interaksi di masa mendatang dengannya. Seseorang belajar dari pengalaman yang sudah dialami sebelum berinteragsi dengan seseorang.
c)             Bahasa
Beberapa kata bisa secara spesifik menjelaskan seseorang daripada kalau kita menggunakan objek atau peristiwa tertentu. Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu bisa mempengaruhi kualitas yang diterima tentangnya. Sehingga dapat dikatakan, bahasa membentuk konsep dan juga makna atau arti katanya. Misalnya, dalam menulis sebuah berita, surat kabar terkadang menulis perempuan berusia 19 tahun dengan kata-kata “gadis berusia 19 tahun". Penggunaan kata kata gadis dan bukan perempuan biasa mempengarui cara berpikir dan persepsi orang yang membacanya. Saat konsep-konsep itu sudah mulai terbentuk maka terciptalah suatu label yang dilekatkan pada orang-orang tertentu. Ada beberapa kriteria labelling itu tercipta. Diantaranya :
(1)         Melalui kemiripan atau kesamaan
Saat pengalaman sosial yang baru diamali memiliki kemiripan elemen dengan pengalaman yang terdahulu,label yang sudah ada bisa muncul. Misalnya, berdasarkan pengalaman terdahulu, disimpulkan bahwa orang yang selalu membanggakan dirinya dan tidak henti- hentinya membicarakan dirinya sendiri, diberi label sebagai orang yang sombong dan egois. Saat suatu waktu kita bertemu dengan orang lain yang juga sering melakukan hal yang sama, secara otomatis kita akan melakukan label yang sama terhadap orang itu.
(2)          Motivasi
Sama seperti self-serving yang bisa menggangu persepsi seseorang, hal yang sama juga mengakibatkan bias pada impresi terhadap seseorang. Misalnya, saat kita memperoleh nilai jelek di satu mata kuliah, kita bisa saja menilai bahwa dosen kita adalah orang yang tidak adil. Atau, saat tim favorit kita dikalahkan dalam satu pertandingan, kita juga akan menilai tim lawan sebagai tim yang bermain curang.

(3)          Konteks Sikap dan perilaku
Konteks sikap dan perilaku bisa memiliki arti yang berbeda pada konteks yang berbeda. Misalnya, kita tersenyum saat menonton sebuah acara komedi ditelevisi. Disini makna senyuman itu adalah karena kita merasakan ada sesuatu yang lucu dan merupakan ekspresi perasaan. Perilaku yang sama ini akan memiliki arti yang berbeda saat kita tersenyum pada seseorang yang lucu melainkan untuk menunjukan sikap ramah dan terbuka terhadap orang lain. Perilaku yang sama ini, di konteks yang berbeda, menimbulkan makna yang juga berbeda. Pengorganisasi Kesan Pembentukan kesan yang lain berfokus pada kuntitas dan keberagaman informasi sosial hrus di pahami secara keseluruhan. Manusia merupakan makluk pengolah informasi dan mengorganisasikan kesan berdasarkan proses tertentu sehingga saat kesan itu di bentuk, ada suatu proses kognitif dalam setiap individu.
2)             Mengorganisasikan kesan
Para peneliti mengidentifikasi ada beberapa strategi yang di gunakan untuk mengorganisasikan kesan, yaitu:
a)             Centrality
Salah satu study klasik psikologi sosial dari Solomon Asch menentukan beberapa sifat pribadi mempengarui cara menginterprestasi orang lain. Misalnya, apabila seseorang disebut memiliki sifat "hangat" dan "cerdas" maka jenis "cerdas" yang dimaksud akan berbeda jika orang tersebut diinterprestasikan "dingin" dan "cerdas". Dimensi "hangat-dingin" menjadi pusat (central) bagi pembentukan kesan, yang nantinya akan mempengaruhi keseluruhan penilaian kita mengenai orang lain. Para peneliti lain menyebutkan bahwa segala karakternya (sosial atau intelektual). Misalnya, karakter sosial-baik, seperti "hangat" memberi konteks yang penting bagi sifat intelektual, seperti "cerdas" orang yang cerdas dan hangat berbeda berbeda dari jenis kecerdasan lainya, jadi karakter adalah salah satu yang memberikan konteks tambahan untuk pembentukan kesan.
b)             Primacy versus rencency
Urutan informasi yang diterima seseorang dapat mempengaruhi kesan yang terbentuk. Sebagian besar penelitian pada persepsi seseorang dan komunikasi persuasif menyebutkan bahwa kesan pertama meninggalkan kesan yang amat penting. Memberikan nilai lebih pada informasi pertama yang di terima merupakan suatu primacy effect. Primacy effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat menentukan. Namun, pada beberapa situasi, informasi terakhir bisa memberikan pengaruh yang tertunda dalam pembentukan kesan. Misalnya, saat akan memasuki kelas baru, kita diberi tahu bahwa dosen baru akan memberikan mata kuliah itu adalah orang yang tegas, disiplin, dan keras. Kita bisa membuktikan sendiri kebenaran cerita itu. Jika kita lebih mengandalkan pada informasi terakir dan menganggap itu lebih berpengaruh maka hal itu di sebut sebagai recency effect.


c)             Salience
Salince merupakan hal-hal yang paling dapat dilihat atau diketahui (noticeability), terutama dalam konteks tertentu. Kondisi yang membentuk rangsangan sosial ini diantaranya adalah adalaj kejelasan (brightness),keras tidaknya suara (noisiness), gerakan (motion), dan kebaruan (novelty). Misalnya, biasanya kita akan lebih mengetahui atau memperhatikan seseorang yang berbicara dengan suara keras dalam suatu tempat yang tenang, dan lebih memperhatikan orang yang sedang berjalan diantara sekelompok orang yang sedang duduk. Kita akan lebih mudah mengenal atau mengetahui seorang lelaki yang sedang berada diantara sekelompok perempuan atau sebaliknya. Segala hal yang membuat seseorang terlihat berbeda dalam konteks sosial membuatnya lebih dikenal atau diketahui daripada oranglain. Ia akan menarik perhatian daripada suasana atau situasi yang ada di sekitarnya. Proses pembentukan kesan yang terjadi dalam persepsi interpersonal yang ke tiga adalah: Pengolahan Informasi Sosial Informasi sosial yang di peroleh seseorang memberikan dasar bagi orang tersebut untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sosialnya penelitian menunjukan dua proses spesifik yang di lakukan orang saat bergerak dari kesan yang diperolehnya menuju tindakan yang dilakukannya, yakni impressionintergration dan social judment (penilaian sosial).



a)             Impression integration
Ada beberapa strategi untuk mengintegrasikan kesan – kesan yaitu: 1) Evaluasi. Keputusan yang paling penting yang kita buat tentang orang lain adalah apakah kita menyukai atau tidak menyukainya. Melalui kebaikan dan keburukan seseorang ini berarti suatu evaluasi yang kita berikan kepada orang lain. 2) Averaging. Saat kesan terhadap seseorang itu bercampur (misalnya ada yang kita senangi, kita benci, ada yang kita ragukan, dan lainnya), apakah satu sama lain bisa saling mengisi. Penelitian menyebutkan bahwa kesan yang berlawanan bisa saling bersatu melalui proses pukul rata (process of averaging). Secara spesifik, kualitas yang berbeda pada setiap individu tidak hanya dievaluasi (dinilai mana yang baik dan mana yang buruk, positif atau negatif), tetapi juga memberi bobot (mana yang lebih penting, dan mana yang kurang penting). Pemberian nilai dan bobot ini, lalu dikombinasikan untuk kemudian kesan rata–rata pun dihitung. 3) Consistency Konsistensi berarti suatu kesan yang kita miliki tentang seseorang, menentukan kesan lain yang kita peroleh tentang orang itu. Misalnya, apabila informasi awal yang kita peroleh tentang seseorang kita nilai positif atau baik maka kesan berikutnya tentang orang itu juga akan dinilai dengan baik secara konsisten. Halo effect adalah salah satu kencenderungan prinsip konsistensi dalam pembentukan kesan. 4) Positivity. Beberapa penilitian menunnjukan, manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam hal yang positif. Bias positif ini merupakan perpanjangan dari keinginan manusia untuk memperoleh pengalaman yang selalu baik.

b)             Social judgment
Sebelum bertindak, perlu dibuat keputusan social. Kesimpulan yang paling penting terletak pada penilaian kita terhadap orang lain. Ada dua penerapan dari penilaian social sebagai berikut: 1) Personality. Model hubungan sosial terhadap persepsi kepribadian seseorang mengatakan bahwa penilaian yang dilakukan terhadap orang lain akan ditentukan dengan tiga hal yaitu: orang yang dinilai atau diukur, orang yang menilai, dan hubungan yang terjalin antara keduanya. Dengan demikian, tidak ada satu penilaian yang objektif terhadap kepribadian orang lain. 2) Deception. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa seseorang pengamat yang baik bisa membedakan mana informasi dari seseorang. Biasanya tanda–tanda itu lebih terlihat dari gerakan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu juga suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seseorang sedang berbohong. Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang tidak benar dari seseorang. Biasanya tanda–tanda itu lebih terlihat dari gerakkan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu juga juga suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seeseorang sedang berbohong. Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu.
2.             Pengertian dan Teori Atribusi
Atribusi didefinisikan sebagai proses mempersepsi sifat-sifat dispositional (yang sudah ada) pada satuan-satuan (entities) di dalam suatu lingkungan (environment). Teori atribusi menjelaskan tentang perilaku seseorang. Apakah perilaku tersebut disebabkan oleh faktor internal misalnya sikap, sifat tertentu, ataupun aspek internal lainnya ataukah disebabkan oleh faktor eksternal misalnya situasi.
Proses atribusi adalah proses persepsi dan bahwa atribusi dapat ditujukan kepada orang atau lingkungan. Contoh, X senang menonton acara TV tertentu (Z), maka ada dua kemungkinan: X bisa menyatakan bahwa acara itulah yang memang menyenangkan (atribusi eksternal) atau bisa menyatakan bahwa dirinyalah yang sedang dalam keadaan senang sehingga ia menyukai acara Z.
Terdapat empat kriteria yang menyebabkan orang lebih cenderung kepada atribusi eksternal daripada atribusi internal. Keempat kriteria itu adalad a) distinctiveness, b) konsistensi dan, c) konsensus.
a.              Distinctiveness, yaitu bagaimana orang bereaksi terhadap stimulus atau situasi yang berbeda. Bila seseorang memberikan reaksi yang sama terhadap stimulus yang berbeda, maka dapat dikatakan bahwa orang yang bersangkutan memiliki distinctiveness yang rendah. 
b.             Konsistensi, yaitu bagaimana seseorang berperilaku atau bereaksi terhadap stimulus yang sama dalam situasi atau keadaan yang berbeda. Bila seseorang bereaksi sama terhadap stimulus yang sama dalam kondisi yang berbeda, maka orang tersebut memiliki konsistensi yang tinggi. 
c.              Konsensus, yaitu bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingkan dengan orang lain, terhadap stimuus tertentu. Misal bila seseorang berperilaku tertentu, sedangkan orang lain tidak berbuat demikian, maka dapat dikatakan bahwa konsensus orang yang bersangkutan rendah.
3.             Beberapa Sumber Kesesatan Atribusi
Dalam atribusi terdapat beberapa sumber yang menyebabkan kesesatan, sehingga dengan demikian orang akan mengalami kesalahan dalam memberikan interpretasi mengenai perilaku seseorang. Sumber kesesatan tersebut adalah: a) the fundamental atribution error, b) the actor-observer effect, dan c) the self serving bias.
a.              The fundamental atribution error, yaitu kesesatan yang disebabkan karena hanya melihat faktor internal dalam perilaku, dan tidak menghiraukan faktor situasi atau faktor luar.
b.             The actor-observer effect, yaitu dalam meninjau perilaku orang lain menekankan pada faktor dalam yang berperan, tetapi kalau perilakunya sendiri faktor luar yang berperan.

c.            The self serving bias, yaitu merupakan sumber kesesatan di mana orang memandang atau berasumsi bahwa dirinya tidak dapat berbuat salah. Bila orang mengalami keberuntungan maka hal tersebut karena faktor dalam, namun jika mengalami kegagalan hal tersebut karena faktor luar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar